Aqsamul qur’an
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas ulumul qur’an
Dosen pengampuh : Dr. Hasani Ahmad Said, M.A.
Di susun oleh :
M. Aditya Saputra
1121040081
Destalia Anggraini
1221040138
JURUSAN : EKONOMI ISLAM/C
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LAMPUNG
1434 H/2013 M
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Al-Qur’an adalah firman Allah yang dibawa
Jibril kepada Nabi Muhammad untuk menjadi petunjuk bagi seluruh manusia[1]Secara Istilah,
al-Qur’an adalah firman Allah (kalam Allah) yang menjadi mukjizat, diturunkan
kepada Nabi Muhammad, ditulis dalam mushaf, disampaikan secara mutawatir, dan
menjadi ibadah dengan membacanya[2]
Nabi Muhammad sebagai penerima dan penyampai
al-Qu’an adalah Nabi terakhir (Q 33:34) tidak ada lagi Nabi dan Rasul
setelahnya. Ini artinya tidak akan ada lagi kitab samawi lain yang
diturunkan. Al-Qur’an adalah kitab samawi terakhir yang diturunkan oleh
Allah sampai akhir zaman.
AlQur’an yang merupakan kumpulan dari
firman-firman Allah berperan sebagai pembeda antara hak dan yang bathil
(al-furqan (Q3:138 dan Q10:57), dan lain-lain. Kesemuanya ini menunjukkan bahwa
al-Qur’an mempunyai cakupan yang sangat luas, baik untuk kehidupan dunia maupun
akhirat.Tetapi keluasan cakupan masalah yang dibahas ini tidak didukung dengan
metode pembahasan yang sistematis. Suatu masalah yang dibahas di berbagai
tempat, bukan pada satu ayat atau surat. Meminjam istilah Quraish Syihab,
al-qur’an tidak menggunakan metode sebagai mana metode penyusunan karya-karya
ilmiah.Buku-buku ilmiah yang membahas suatu masalah pasti menggunakan metode
tertentu, dibagi dalam bab-bab dan pasal-pasal. Metode ini tidak terdapat dalam
al-Qur’an yang didalamnya terdapat permasalahan induk silih berganti
diterangkan.[3]Sebagai contoh
dapat dilihat dalam surat al-Baqarah /2:216-221 yang berisi tentang pengaturan
hukum perang dalam asyhur-al-hurum, tetapi secara berurutan dibahas juga
hukuman minuman keras, perjudian, persoalan anak yatim, dan perkawinan dengan
orang-orang musyrik.[4]bagai masalah
yang dibicarakan dalam al-Qur’an diantaranya adalah sumpah Allah. Orang boleh
saja heran, mengapa Allah banyak bersumpah dalam al-Qur’an.Keheranan tersebut
muncul karena mereka tidak mengerti tentang idiom dalam al-Qur’an serta
perbedaan kesiapan individu dalam menerima kebenaran firman Tuhan.
Kesiapan jiwa setiap individu dalam menerima
kebenaran dan tunduk terhadap cahanya itu berbeda-beda. Jiwa yang jernih yang
fitrahnya tidak ternoda kejahatan akan segera menyambut petunjuk dan membukakan
pintu hati bagi sinarnya serta berusaha mengikutinya sekalipun petunjuk itu
sampai kepadanya hanya sepintas kilas. Sedang jiwa yang tertutup awan kejahilan
dan diliputi gelapnya kebatilan tidak akan tergoncang hatinya kecuali dengan
pukulan peringatan dan bentuk kalimat yamg kuat lagi kokoh, sehingga dengan
demikian barulah tergoncang keingkarannya itu. Qasam (sumpah) dalam
pembicaraan, termasuk salah satu uslub pengukuhan kalimat yang diselingi dengan
bukti konkrit dan dapat menyeret lawan untuk mengakui apa yang diingkarinya.
Makalah ini akan memberikan sedikit gambaran
tentang pengertian ilmu aqsamul Qur’an, macam-macam qasam, unsur-unsur qasam
dan ungkapan, serta faedah qasam dalam al-Qur’an.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan ilmu aqsamul
Qur’an?
2.
Unsur-unsur apa saja yang ada dalam al-Qur’an?
3.
Apa sajakah macam-macam Qasam/atau sumpah dalam
al-Qur’an?
4.
Faedah apakah yang terdapat dalam aqsamul
Qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Aqsamul Qur’an
Secara etimologi kata Aqsama merupakan
bentuk jamak dari Qasama yang artinya sumpah. Adapun kata yang memiliki
makna sama dengan kataqasama adalah yamin atau al-half.[5]Tentang yamin,
Ibrahim Anis dkk seperti yang dikutip oleh Hasan Mansur Nasution
mengatakan bahwa qasam sama dengan yamin yang bermakna sumpah. Qasam
dan yamin adalah dua kata sinonim yang berarti sama. Qasam
didefinisikan sebagai “mengikat hati jiwa (hati) agar tidak melakukan atau
melakukan sesuatu, dengan suatu makna yang dipandang besar, agung, baik secara
hakiki maupun secara I’tiqadi, oleh orang yang bersumpah itu. Bersumpah
dinamakan juga dengan yamin (tangan kanan) karena orang arab ketika
bersumpah memegang tangan kanan sahabatnya. Selain Qasamsama dengan yamin,
Qasam juga sama dengan half. [6]
Sedangkan secara terminologi ilmu Aqsamul
Qur’an adalah ilmu yang membicarakan tentang sumpah-sumpah yang terdapat
dalam al-Qur’an.Kemudian yang dimaksud sumpah sendiri adalah sesuatu yang
digunakan untuk menguatkan pembicaraan. Menurut al-Jurjani seperti yang dikutip
oleh Hasan Mansur Nasution sumpah adalah sesuatu yang dikemukakan untuk
menguatkan salah satu dari dua berita dengan menyebutkan nama Allah atau
sifatnya.[7]
B. Unsur-Unsur Yang Membentuk Sumpah Dalam
Al-Qur’an
Lahirnya suatu sumpah mengharuskan adanya unsur-unsur
yang mendukungnya, yaitu hal-hal yang dengannya terbentuk sumpah Allah.Tanpa
adanya unsur-unsur dimaksud maka tidak dapat disebut dengan sumpah Allah.Menurut Ahmad Syadzali sedikitnya terdapat tiga unsur yang harus
dipenuhi jika dikehendaki suatu ucapan menjadi sebuah sumpah, yaitu: fi’il yang
dimuta’addikan atau ditransitifkan dengan “ba”,muqsam bih dan muqsam
‘alayh.[8]
1.
Fi’il yang berbentuk muta’addi dengan
diawali huruf ba’
Sighat qasam baik yang
berbentuk uqsimu atau ukhlifu tidak akan berfungsi tanpa dita’addiyahkan
dengan huruf ba’
Contoh:
(#qßJ|¡ø%r&ur«!$$Î/yôgy_öNÎgÏZ»yJ÷r& wß]yèö7tª!$#`tBßNqßJt44n?t/#´ôãurÏmøn=tã$y)ym£`Å3»s9urusYò2r&Ĩ$¨Z9$#wcqßJn=ôètÇÌÑÈ
Artinya: “Mereka bersumpah dengan nama Allah”[9]
Oleh karena qasam sering dipergunakan dalam
percakapan maka ia diringkas, yaitu fi’il qasam dihilangkan dan dicukupkan
dengan huruf ba’. Kemudian ba’pun dihilangkan dengan wawu pada isim dzahir ,
kadangkala dengan huruf ta’ pada lafdz jalalah.
Contoh dengan huruf wawu:
È@ø©9$#ur#sÎ)4Óy´øótÇÊÈ
Artinya: “Demi malam apabila menutupi
(cahaya siang)”.[10]
Contoh dengan huruf ta’:
«!$$s?ur¨byÅ2V{/ä3yJ»uZô¹r&y÷èt/br&(#q9uqè?tûïÌÎ/ôãBÇÎÐÈ
Artinya:“Demi Allah,
sesungguhnya aku akan melakukan tipudaya terhadap berhala-berhalamu”[11]
2.
Muqsam Bih
Muqsam bih
adaah lafad yang terletak sesudah adat qasam yang dijadikan sebagai sandaran
dalam bersumpah yang juga disebut sebagai syarat.[12]Muqsam
bih atau
mahluf bih maksudnya adalah sesuatu yang dengannya sumpah
dilakukan.Misalnya Allah bersumpah dengan Allah sendiri atau dengan sebagian
makhluk-Nya.[13]
Allah dalam al-Qur’an
bersumpah dengan Zatnya sendiri Yang Maha Suci atau dengan tanda-tanda
kekuasaan-Nya Yang Maha Besar.[14]
Contoh Allah bersumpah dengan
dzatnya sendiri:
zNtãytûïÏ%©!$#(#ÿrãxÿx.br&`©9(#qèVyèö7ã4ö@è%4n?t/În1uur£`èVyèö6çGs9§NèO¨bàs¬7t^çGs9$yJÎ/÷Läêù=ÏHxå4y7Ï9ºsurn?tã«!$#×Å¡oÇÐÈ
Artinya: ”Katakanlah:
“Memang, demi Tuhanku benar-benar engkau akan dibangkitkan, kemudian akan
diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”[15]
Allah bersumpah dengan
makhluk-Nya, karena makhluk itu menunjukkan pada Pencipta-Nya, yaitu Allah di
samping menunjukkan pula akan keutamaan dan kemanfaatan makluk tersebut, agar
dijadikan pelajaran bagi manusia.[16]
Contoh Allah bersumpah dengan makhluk
ciptaan-Nya:
ħ÷K¤±9$#ur$yg8ptéÏurÇÊÈ
Artinya: “Demi matahari dan cahanya di pagi
hari.”[17]
3.
Muqsam
‘Alaih
Muqsam ‘alaih adalah bentuk
jawaban dari syarat yang telah disebutkan sebelumnya (muqsam bih).
Posisi Muqsam ‘alaih terkadang bisa menjadi taukid, sebagai jawaban qasam.
Karena yang dikehendaki dengan qasam adalah untuk mentaukidimuqsam ‘alaih
dan mentahkikannya.[18]
Jawab qasam itu pada umumnya
disebutkan.namun terkadang ada juga yang dihilangkan, sebagaimana jawab “lau”
(jika) sering dibuang, seperti firman Allah:
xx.öqs9tbqßJn=÷ès?zNù=ÏæÈûüÉ)uø9$#ÇÎÈ
Artinya: ”Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan
pengetahuan yang yakin”.[19]
Penghilangan seperti ini
merupakan bentuk/uslub penghilangan yang paling baik, sebab menunjukkan
kebesaran dan keagungan-Nya. Dan takdir ayat ini adalah: “Seandainya kamu
mengetahui apa yang akan kamu hadapi secara yakin, tentulah kamu akan melakukan
kebaikan yang tidak terlukiskan banyaknya”.
Penghilangan jawab qasam,
misalnya:
Ìôfxÿø9$#urÇÊÈ@A$us9ur9ô³tãÇËÈÆìøÿ¤±9$#urÌø?uqø9$#urÇÌÈ
Artinya:
“ Demi fajar, dan malam yang sepuluh dan yang genap dan yang ganjil.”[20]
Jawab qasam terkadang
dihilangkan karena sudah ditunjukkan oleh perkataan yang disebutkan sesudahnya
seperti:
ÏM»n=yößJø9$#ur$]ùóããÇÊÈÏM»xÿÅÁ»yèø9$$sù$ZÿóÁtãÇËÈ
Artinya:
“Tidak aku bersumpah dengan hari kiamat dan tidak aku
bersumpah dengan jiwa yang banyak mencela”.[21]
Jawab qasam disini sudah
dihilangkan karena sudah ditunjukkan oleh firman sesudahnya yaitu:
Ü=|¡øtsr&ß`»|¡RM}$#`©9r&yìyJøgªU¼çmtB$sàÏãÇÌÈ
Artinya:“Apakah
manusia mengira bahwa Kami tidak akan menggumpulkan kembali tulang
belulangnya?”[22]
Takdirnya adalah : Sungguh
kamu akan dibangkitkan dan dihisab.
Untuk fi’il madli yang
muttasharif yang tidak didahului ma’mul, maka jawab qasamnya sering kali
menggunakan “lam” atau “qad”
Contoh:
ôs%urz>%s{`tB$yg9¢yÇÊÉÈ
Artinya: “Dan sessungguhnya merugilah
orang-orang yang mengotorinya”.[23]
C. Macam-Macam Qasam
Qasam itu adakalanya zahir
(jelas,tegas) dan adakalanya mudmar (tidak jelas, tersirat).[24]
1. Zahir
adalah sumpah yang didalamnya disebutkan fi’il qasam dan muqsam bih.
Dan diantaranya ada yang dihilangkan fi’il qasamnya, sebagaimana pada umumnya,
karena dicukupkan dengan huruf jar, berupa “ba”, “wawu”, dan “ta”.
Di beberapa tempat, fi’il
qasam terkadang didahului (dimasuki) “la” nafy, seperti:
IwãNÅ¡ø%é&ÏQöquÎ/ÏpyJ»uÉ)ø9$#ÇÊÈIwurãNÅ¡ø%é&ħøÿ¨Z9$$Î/ÏptB#§q¯=9$#ÇËÈ
Artinya:“Tidak,
Aku bersumpah dengan hari kiamat. Dan tidak, Aku bersumpah dengan jiwa yang
amat menyesali (dirinya sendiri)”.[25]
Dikatakan “la” di dua tempat
ini adalah “la” nafi yang berarti tidak , untuk menafikan sesuatu yang tidak
disebutkan yang sesuai dengan konteks sumpah. Dan takdir (perkiraan arti) nya
adalah: “Tidak benar apa yang kamu sangka,bahwa hisab dan siksa itu tidak ada”.
Kemudian baru dilanjutkan dengan kalimat berikutnya: “Aku bersumpah dengan hari
kiamat dan dengan nafsu lawwamah, bahwa kamu kelak akan dibangkitkan”.
Dikatakan pula bahwa “la” tersebut untuk menafikan qasam, seakan-akan Ia
mengatakan: “Aku tidak bersumpah kepadamu dengan hari itu dan nafsu itu. Tetapi
aku bertanya kepadanya tanpa sumpah, apakah kamu mengira bahwa Kami tidak akan
mengunpulkan tulang belulangmu setelah hancur berantakan karena kematian?
Sungguh masalahnya teramat jelas, sehingga tidak lagi memerlukan sumpah”,
tetapi dikatakan pula, “la” tersebut zaidah (tambahan).Pernyataan jawab qasam
dalam ayat di atas tidak disebutkan tetapi telah ditunjukkan oleh perkataan
yang sesudahnya. Takdirnya adalah: “Sungguh kamu akan dibangkitkan dan akan
dihisab.
2. Mudmar
adalah sumpah yang didalamnya tidak dijelaskan fi’il qasam dan tidak pula
muqsam bih, tetapi ia ditunjukkan oleh lam taukid yang masuk kedalam jawab
qasam, seperti firman Allah:
*câqn=ö7çFs9þÎûöNà6Ï9ºuqøBr&öNà6Å¡àÿRr&ur ÆãèyJó¡tFs9urz`ÏBz`Ï%©!$#(#qè?ré&|=»tGÅ3ø9$#`ÏBöNà6Î=ö6s%z`ÏBurúïÏ%©!$#(#þqä.uõ°r&]r&#ZÏWx.4bÎ)ur(#rçÉ9óÁs?(#qà)Gs?ur¨bÎ*sùÏ9ºsô`ÏBÏQ÷tãÍqãBW{$#ÇÊÑÏÈ
Artinya: “ Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap
hartamu dan dirimu. dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari
orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang
mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. jika kamu
bersabar dan bertakwa, Maka Sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang
patut diutamakan.”[26]
D. Faedah Qasam Dalam al-Qur’an.
Bahasa arab mempunyai
keistimewaan tersendiri berupa kelembutan ungkapan dan beraneka ragam uslubnya
sesuai dengan berbagai tujuannya. Lawan bicara (mukhatab) mempunyai beberapa
keadaan yang dalam ilmu ma’ani disebut adrubul khabaras-salasah atau
tiga macam pola penggunaan kalkimat berita, ibtida’i, thalabi, dan
ingkari.
Mukhatab terkadang seorang
yang berhati kosong (khaliyuz zhanni) sama saekali tidak mempunyai
persepsi akan pernyataan (hukum) yang diterangkan kepadanya, maka perkataan
yang disampaikan kepadanya tidak perlu memakai penguat (ta’kid).
Penggunaan perkataan demikian dinamakan ibtida’i.
Terkadang pula ia ragu-ragu
terhadap kebenaran pernyataan yang disampaikan kepadanya. Maka perkataan untuk
orang semacam ini sebaiknya diperkuat dengan suatu penguat guna menghilangkan
keraguannya.Perkataan yang demikian dinamakan thalabi.
Dan terkadang ia inkar atau
menolak isi pernyataan. Maka pembicaraan untuknya harus disertai penguat sesuai
dengan kadar keingkarannya, kuat atau lemah. Pernyataan demikian dinamakan inkari.
Qasam merupakan salah satu
penguat perkataan yang masyhur untuk memantapkan dan memperkuat kebenaran
sesuatu di dalam jiwa.al-Qur’an diturunkan untuk seluruh manusia dan manusia
mempunyai sikap yang bermacam-macam terhadapnya. Di antaranya ada yang
meragukan, ada yang mengingkari dan ada pula yang amat memusuhi. Karena itu
dipakailah qasam dalam kalamullah guna menghilangkan keraguan, melenyapkan
kesalahpahaman, menegakkan hujjah, menguatkan khabar, dan menetapkan hukum
dengan cara yang paling sempurna.[27]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah dibahas, kita dapat menyimpulkan Aqsamul Qur’an adalah salah satu kajian dalam Ulumul Qur’an yang membahas tentang pengertian, unsur-unsur, bentuk-bentuk, tujuan, serta manfaat (faedah) sumpah-sumpah Allah, dalam menegaskan suatu pernyataan tertentu, yang terdapat di dalam Al-Qur’an, dimana sumpah-sumpah dalam Al-Qur’an itu menyebut nama Allah atau ciptaan-Nya sebagai Muqsam bih.
Aqsamul Qur’an mempunyai tujuan untuk memberikan penegasan atas suatu informasi yang disampaikan dalam Al-Qur’an atau untunuk memperkuat informasi kepada orang lain yang mungkin sdang mengingkari suatu kebenarannya, sehingga informasi itu dapat diterimanya dengan penuh keyakinan
DAFTAR
PUSTAKA
Ø
Prof. Dr. Manna’ Al-Qhatthan, Mabahits
fi ’Ulum Al-Qur’an, Mansyurat
Ø
al-‘Ashr al-Hadits, 1990
Ø
Prof. Dr. H. Abdul Djalal HA, Ulumul Qur’an, Surabaya:
Dunia Ilmu, 2000
Ø
Muhammad bin Alwi Al-Maliki, Zubdah
Al-Itqon fi ‘Ulumul Al-Qur’an,
Ø
Bandung: Pustaka Setia, cet. 1, 1999
[1]Muhammad Ismail Ibrahim, al-Qur’an
wa I’jazuh al-ilmi (Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi, t.t),
[3]M.Quraish
Shihab, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat
(Bandung:Mizan,1992), 34
[4]Ibid
[5]Manna’ Khalil Qathan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an,
terj. Mudzakir AS (Bogor: Pustaka Lentera Antar Nusa, 2010), 413
[6]Hasan Mansur Nasution, Rahasia Sumpah Allah (Bandung:
Mizan, 1992),7
[7]Ibid.,8
[8]Ahmad Syadzali, Ulumul Qur’an ( Bandung: Pustaka
Setia, 2000), 45
[9]QS. An-Nahl:38
[10]Q.S.
Al-Lail:1
[11]Q.S.Al-Anbiya’:57
[12]Ahmad
Syadzali, Ulumul Qur’an,46
[13]Hasan Mansur, Rahasia Sumpah Allah (Bandung:
Mizan, 1992),7
[14]Ahmad
Syadzali, Ulumul Qur’an, 47
[15]Q.S.
At-Taghabun:7
[16]Ahmad
Syadzali, Ulumul Qur’an, 48
[17]Q.S. As-Syams:1
[18]Manna’
Khalil Qathan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, 418
[19]Q.S. At-Takatsur:5
[20]Q.S.Al-Fajr:1-3
[21]Q.S. Al-Qiyamah:1-2
[22]Q.S. Al-Qiyamah:3
[23]Q.S.
Asy-Syams: 10
[24]Manna’
Khalil, Studi Qur’an, 4
[25]Q.S.Al-Qiyamah:1-2
[26]Q.S. Ali Imran:186
[27]Manna’
Qathan, Studi Qur’an,414