Rabu, 17 Februari 2010

IAIN Radin Intan Buka Program S-3

IAIN Radin Intan Buka Program S-3

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Radin Intan Bandar Lampung membuka program doktor (S-3) studi Hukum Islam dan Pendidikan Agama Islam tahun akademik 2009-2010.

Rektor IAIN Radin Intan Bandar Lampung Musa Sueb mengatakan izin penyelenggaraan program itu sudah selesai, tinggal persiapan operasional.

"Alhamdulillah, program ini cukup banyak peminatnya," kata Musa Sueb usai serah terima jabatan asisten direktur I dan II Program Pascasarjana (PPs) IAIN Radin Intan, Rabu (18-3). Asisten Direktur I yang lama Abi Kusno diganti dengan H. Ahmad Asrori, Asisten Direktur II dari Yurnalis Etek diganti Hasan Mukmin.

Menurut Musa, untuk meningkatkan kualitas pendidikan di PPs, pihaknya sudah melakukan berbagai pembenahan. Mulai mengembangkan pusat kajian internasional hingga berbagai sarana dan prasarana, seperti buku, laboratorium, LCD dan lainnya yang sudah berstandar internasional.

Untuk pembelajaran, IAIN menjalin kerja sama dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Yogyakarta, Bandung, dan Universitas Airlangga, Surabaya serta Universitas Lampung.

"Kini kami memiliki SDM yang terdiri dari 23 doktor, ada juga 11 doktor lagi yang masih menyelesaikan studi. Sedangkan untuk guru besar ada 6 orang, mereka siap mendidik mahasiswa PPs. Ke depan, kami berharap doktor dan guru besar di IAIN ini bertambah banyak," ujar dia didampingi Kepala Biro Administrasi Umum Akademik Kemahasiswaan (AUAK) IAIN Raden Intan Drs. Fathi Ismail.

Untuk tahap awal, pihaknya akan menerima 20 mahasisa baru. Khususnya lulusan S-2 dari perguruan tinggi tersebut.

Selain itu, IAIN akan menerima mahasiswa yang mendapat beasiswa dari pemerintah, yaitu guru-guru pendidikan agama Islam (PAI) dari sekolah umum dan madrasah yang belum berpredikat sarjana agama Islam. Hal itu sesuai dengan tuntutan Undang-Undang Guru dan Dosen yang mewajibkan guru minimal berpendidikan sarjana. "Untuk jumlahnya masih dibahas di Kanwil Depag Lampung," ujar dia.

Islam dan Media menuju Islam Humanis

Islam dan Media menuju Islam Humanis
Tanggapan atas Tulisan Prof. Khomsahrial Romli

Oleh: Hasani Ahmad
Kandidat Doktor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tinggal di Lampung

Amat berbahagia keluarga besar civitas akademika IAIN Raden Intan Lampung tanggal 9 Desember 2009 bertepatan dengan peringatan Hari Anti Korupsi, kembali melahirkan guru besar yakni Prof. Dr. H. Khomsahrial Ramli, M.Si. dalam bidang ilmu komunikasi masa pada Fakultas Dakwah. Tajuk orasi ilmiah yang diangkat adalah “Islam, Sebuah Tantangan bagi Media Barat”. Tema yang dibukukan ini, kemudian diedit dan dimuat di opini Lampung Post dengan judul yang sama “Islam: Tantangan bagi Media Barat”, pada tanggal yang sama dengan pengukuhannya. Sekilas tema ini tidak ada permasalahan yang mendasar, akan tetapi jika ditelaah lebih dalam, ada pertanyaan besar yang perlu dijawab oleh penulis, yaitu pertama, apakah betul Islam merupakan sebuah tantangan? Kedua, bukankah Islam datang sebagai jawaban atau solusi atas tantangan yang ada? Ketiga, perlu ditinjau ulang pengistilahan media Barat, apakah ada media Timur dan seterusnya? Dan keempat yang ingin penulis kemukakan di sini adalah Islam sesungguhnya menghadirkan nuansa yang humanis, menghindarkan cap buruk tanpa meninggalkan kritisnya, yang memberi kesejukan pada siapapun (rahmatan li al-‘âlamîn).
Pada awal buku orasi ilmiah Prof. Khomsahrial Ramli menulis mengenai Islam, makna Islam, hubungan Islam dengan non muslim, bahkan menyitir potongan surah al-kâfirûn ayat 6 “bagimu agamamu bagiku agamaku” bahkan beliau menyitir hadis shahih Buhkari Muslim “setiap manusia dilahirkan dalam keadaan suci, maka kedua orang tuanyalah yang membawa kepada yahudi, nasrani atau majusi”. Dua dalil naqli ini dikutip dalam rangka mendukung adanya toleransi dalam beragama. Akan tetapi pada pembahasnnya justru berbalik arah mengkrik media barat tanpa adanya penyeimbang informasi. Hal inilah yang menggelitik pemulis untuk “share” menanggapi opini Prof. Khmsahrial Romli.
Metodologi yang dipakai dalam tulisan ini adalah analisis tekstual, melalui analisis paradigmatik (Claude Levi Strauss, 1996), suatu teks bisa dipahami dengan melihat oposisi teks tersebut. Analisis sintagmatik (Vladimir Popp, 1928/1968), dalam arti teks ditafsirkan dengan teks tersebut sebagai suatu deretan kejadian yang bisa memberi makna dan ideological critisme (Antonio Gramsci, 1891-1937), yakni dipakai dalam rangka mengkritisi komunikasi barat menuju komunikasi Islam.
Berbicara konsep Islam tentang media, berarti menelusuri media komunikasi dari perspektif al-Qur’an, al-Sunnah, dan pendapat ulama. Hamid Maolana sebagaimana Ibnu Khaldun menarik teori komunikasi dari asal kata tablîgh. Sementara dari sisi tujuan, yang mengarah kepada isi (content) dapat diungkapkan pengistilahan seperti hikmah, mauidzah hasanah, mujâdalah yang ahsan, ya’muru bi al-ma’rûf wa yanhauna ‘ani al-munkar, qaulan sadîda, qûlû li al-nâsi husna.
Selanjutnya, kajian tentang media kemunculannya dimulai tahun 1940-an, kehadirannya membuat terperangah banyak masyarakat, sehingga banyak elemen yang berupaya melakukan kajian. Berbagai pendekatan dipakai dalam mengkaji media, misalnya, marxisme, empirisme, bahkan pluralisme. Perkembangan dari kajian itu melahirkan kecenderungan yang disandarkan kepada kapitalisme dan materialism. Pengelola bisnispun lebih kepada nilai uang (money value), dan rating tinggi yang berdampak pada “gaya” dan program atau rubrikasi suatu media. Sementara di Negara-negara muslim pondasi epistemological dan ethical praktek media masih kecenderungan ke idiologi dan filosofi Barat. Motif utamanya masih berkutat sales values serta diatur oleh mekanisme pasar (market mechanism). Menurut Islam media hendaknya mewujudkan keadilan, kesederhanaan, kedamaian, amanah, kritis sesuai dengan prinsip tawâ shaub al-haq wa tawâ shaub al-shabr, amar ma’ruf nahyi munkar. Maka media Islam sejatinya menghadirkan transfer of knowledge dalam bingkai wisdom.
Membahas opini Prof. Khomsahrial yang menyimpulkan bahwa “media barat sangat etnosentrik dengan nilai-nilai budaya yang mereka anut, seraya menilai islam berdasarkan stereotip-stereotip yang menyesatkan” (Lampung Post, 9 des 09, h.16) sungguh sangat kurang tepat, atau dalam bahasa lain salah tempat. Hal ini menyesatkan public, karena memotret media Barat secara parsial yang bisa menimbulkan gejolak rasisme. Di atas telah disinggung ketika menghidangkan islam sebagai objek kajian, maka sejatinya tidak terlepas dari nilai-nilai Islamic studies. Ketika media yang dihidangkan, maka akan bersinggungan dengan konsep dakwah atau tabligh meminjam bahasa Ibn Khaldun. Perubahan paradigmatic media bisa dilakukan jika konsep komunikasi berdasarkan system nilai dan kerangka nilai ideal. Merumuskan nilai idealitas tentunya harus dibangun atas dasar filosofi dan nilai etik ideal yang diteima oleh masyarakat umum. Dr. jamhari Makruf membahasakan perlunya antropologi dalam kajian Islam, atau dalam bahasa Dr. Fuad Jabali perlunya ilmu-ilmu humaniora dalam kajian Islam kedepan, sehingga Islam terhindar dari cap radikal.
Kerangka teoritis dan landasan filosofisnya sangat jelas terurai dalam al-Qur’an ud’u ilâ sabîli Rabbika bi al-hikmah wa al-mau’idzah al-hasanah wa jâdilhum bi allati hiya ahsan. Konsep dakwah sesungghunya harus dilandasi dengan jalan penyampaian yang bijak (hikmah), ungkapan kata-kata yang indah (mau’idzah al-hasanah), dan kalaupun berdebat, tentunya kedepankan cara terbaik (ahsan). Dalam beberapa literatur, diskursus tentang agama dan teknologi sudah banyak dilakukan di Amerika. Teknologi yang dimaksud dalam diskursus tersebut adalah teknologi media: radio, televisi, dan percetakan. Pada waktu itu, muncullah apa yang dikenal dengan istilah televangelism, teledakwah, atau jarak jarah jauh. Dalam konteks ini, di samping harapan yang ditawarkan oleh teknologi media untuk kepentingan dakwah, terdapat juga kritik yang dialamatkan tentang kemungkinan komersialisasi agama.
“Memprasangkai Prasangka Media” Menuju Prasangka yang Menyejukkan
Saya perlu dikemukakan di sini bagaimana Sayyid Qutub seorang ulama kontemporer Mesir merumuskan sekaligus mengkritisi berbagai paham filsafat Barat dengan segala konsekuensinya menggagas paradigma Islam. Paling tidak ada enam tawaran paradigm Islam yang harus ada dalam media komunikasi Islam. Yaitu, tauhid, realistis, permanen, positif, seimbang dan permanen. keenam gagasan ini, semuanya bermuara kepada satu titik yaitu ketuhanan (Rabbâniyyah). Artinya media tidak terlepas dari arahan dan bimbingan Tuhan. Sehungga jalurnya akan senantiasa pada koridor agama yang lurus. Paradigm yang digagas Sayyid Qutub ini, sejatinya diterapkan oleh siapapun yang berhubungan dengan media. Kalaupun akan mengungkap sisi kontrofersi, maka hadirkanlah informasi yang seimbang. Satu contoh kecil Misalnya, kejadiannya kehancuran menara kembar world trade centre (WTC) di New York membuat geram presiden Amerika Serikat sehingga membuat rekayasa opini public melalui media yang menyudutkan Islam. Akan tetapi di sisi lain hancurnya gedung WTC justru Islam di Amerika semakin bertambah. Wallahu a’lam.


*Penulis adalah Kandidat Doktor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta & pemerhati soial Keagamaan. Jl. Perum Korpri Blok B1, no. 3, Sukarame Bandar Lampung. Hp. 085216099379. email hasani_banten@yahoo.com / www.hasanibantenblogspot.com

TINJAUAN PADA AYAT-AYAT KINĀYAH DALAM AL QUR’AN

RESUME DISERTASI
TINJAUAN PADA AYAT-AYAT KINĀYAH DALAM AL QUR’AN
KARYA YAYAN NURBAYAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah PMSI (Pendekatan Metodologi Studi Islam)
Team Teaching : Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar, MSPD (koord.)





Oleh :
Hasani Ahmad Syamsuri
NIM: 08.3.00.1.05.01.0016

SEKOLAH PASCASARJANA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009 M./ 1430 H.
RESUME DISERTASI
TINJAUAN PADA AYAT-AYAT KINĀYAH DALAM AL QUR’AN
KARYA YAYAN NURBAYAN
Oleh Hasani Ahmad Syamsuri
ABSTRAK
Dalam abstrak ini, Yayan Nurbayan menulis bahwa Kinâyah merupakan salah satu aspek kajian ilmu balaghah, tepatnya ilmu bayan. Selanjutnya, Yayan membagi kinâyah menjadi dua aspek yang mempunyai hubungan sistematis dengan kinâyah, yaitu tasybîh dan majâz. Berbeda dengan tasybîh dan majâz,kinâyah merupakan suatu pengungkapan yang pengertiannya bersifat polisemi, bisa bermakna denotatif (haqiqi) dan bisa juga bermakna konotatif (majâzi).
Lebih lanjut, Yayan menungkapkan bahwa dalam kajian ilmu tafsir uslûb kinâyah yang merupakan salah satu tema yang sangat pelik dan sering menimbulkan kontroversi dalam penafsiran al-Qurân dikalangan para ulama. Perbedaan penafsiran tersebut muncul karena secara teoritik wacana kinâyah bisa ditafsirkan secara haqiqi (denotatif) maupun majâzi (konotatif).
Selain itu pula, masing-masing dari ulama yang berbeda pendapat tersebut sama-sama mempunyai argumen, baik dari al-Qurân maupun al-Hadits. Untuk itu diperlukan tinjauan lain yang dapat memberikan kejelasan tafsir yang sesungguhnya. Tinjauan lain yang akan dicoba oleh peneliti adalah tinjauan dari aspek balaghah. Jika masing-masing madzhab sulit dipertemukan karena masingmasing mempunyai sandaran yang sama kuatnya, maka bagaimana ilmu balaghah melihat jenis ayat-ayat ini. Bagaimana ungkapan-ungkapan kinâyah digunakan dan ditafsirkan dalam praktek berbahasa pada umumnya. Apakah mengambil makna konotatif atau denotatif?
Disertasi yang ditulis oleh Yayan ini berasal dari karya akademis dalam mengejar gelar doctor bidang studi Islam di Program Pasca sarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Disertasi ini tebalnya 328 halaman.
Lebih lengkap kajian tentang kinayah dan hal yang melingkupinya, saya hadirkan karya ini secara lebih ringkas. selamat membaca review disertasi ini.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Yayan memasukkan Kinâyah dalam ruang lingkup aspek kajian ilmu balaghah, tepatnya ilmu Bayan. Selain kinâyah ada dua aspek lainnya yang mempunyai hubungan sistematis dengan kinâyah, yaitu tasybîh (penyerupaan) dan majâz (penggunaan suatu lafadz bukan untuk makna yang sebenarnya). Berbeda dengan tasybih (penyerupaan) dan majâz, kinâyah merupakan suatu pengungkapan yang pengertiannya bersifat polisemi, bisa bermakna denotatif (haqiqi) dan bias juga bermakna konotatif (majâzi). Adanya kebolehan mengambil makna tersurat dan tersirat dalam kinâyah merupakan salah satu penyebab terjadinya perbedaan penafsiran di kalangan para mufassir, seperti perbedaan penafsiran mereka tentang makna ‘ أولمستم النساء ' yang terdapat pada surat An-Nisa/4 ayat 42. Ayat di atas termasuk di antara salah satu dari sekian banyak ayat-ayat kinâyah dalam al-Qurân.
Selama ini, ketika membincang kinayah selalu yang terbayang adalah kajian pada aspek balaghah. Tetapi Dr. Yayan menginspirasikan dengan menggunakan pendekatan baru yakni dipakai dalam rangka menganalisa al-Quran.
Yayan menjelaskan lebih lanjut dengan mengutip mufasir Wahbah Zuhaily, bahwa di dalam al-Qurân terdapat ayat-ayat yang mengandung aspek kinâyah. Jumlahnya cukup beragam sesuai dengan tinjauan dan analisis dari masing-masing para ahli. Menurut Wahbah al-Zuhaili terdapat tujuh puluh satu ayat kinâyah dalam al-Qurân. Sedangkan menurut al-Shâbûny seperti dikutip Rukyat al-Hilal, menyebutkan terdapat sekitar enam puluh empat ayat kinâyah dalam al-Qurân. Ayat-ayat al-Qurân yang mengandung aspek kinâyah merupakan salah satu jenis ayat yang cukup pelik dan juga paling banyak menimbulkan kontroversi (ikhtilâf) di kalangan para ulama dan mufassir. Perbedaan penafsiran tersebut karena secara teoritik wacana kinâyah bisa ditafsirkan secara haqiqi (denotatif) maupun majâzi (konotatif).
Yang menarik dari disertasi ini ternyata, ayat-ayat kinâyah yang berkaitan dengan hukum atau keimanan mempunyai implikasi yang besar pada pemaknaannya. Sehingga dalam kenyataannya ayat ini telah menjadi wacana paling menarik dan sulit dipertemukan di antara mazhab-mazhab besar, baik dalam bidang fiqh maupun aqidah.
Dengan menyebutkan kesulitan-kesulitan para ulama atau mufassir dalam mempertemukan kedua mazhab penafsiran (mazhab denotatif dan mazhab konotatif) karena masing-masing mazhab mempunyai sandaran, baik dari al-Qurân maupun al-Hadits. Dan tidak jarang masing-masing mazhab mempunyai sandaran yang sama kuatnya.
Untuk itu diperlukan tinjauan lain yang dapat memberikan kejelasan tafsir yang sesungguhnya. Tinjauan lain yang akan dicoba oleh peneliti adalah tinjauan dari para ahli.Menurut Wahbah al-Zuhaili terdapat tujuh puluh satu ayat kinâyah dalam al-Qurân. Sedangkan menurut Ali al-Shâbûny seperti dikutip Rukyatul Hilal, menyebutkan terdapat sekitar enam puluh empat ayat kinâyah dalam al-Qurân. Ayat-ayat al-Qurân yang mengandung aspek kinâyah merupakan salah satu jenis ayat yang cukup pelik dan juga paling banyak menimbulkan kontroversi (ikhtilâf) di kalangan para ulama dan mufassir.

BAB II
KINĀYAH DALAM WACANA ILMU-ILMU BAHASA ARAB
A. Kedudukan Bahasa Arab sebagai Bahasa Al-Qurân
1. Karakteristik Bahasa Arab
Mengawali kajian ini, Dr. Yayan Nurbaya memulai dengan gagasan bahwa al-Quran adalah berbahasa Arab dengan menguti satu ayat al-Quran Q.S. Yusuf: 2. Dan ternyata melalui penelitiannya, Dr. Yayan dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa Bahasa Arab sebagai bahasa al-Qurân termasuk ke dalam bahasa Semit, sama dengan bahasa Ibrani, Aramik, Suryani, Kaldea, dan Babilonia. Berbeda dengan bahasa-bahasa lainnya, bahasa Arab sampai sekarang tetap eksis dan digunakan oleh masyarakat yang jumlahnya cukup banyak.
2. Kedudukan Bahasa Arab
Bahasa Arab mempunyai kedudukan tersendiri dibanding dengan bahasa-bahasa lainnya. Dalam disertasi ini, banyak factor yang disebutkanakan pentingnya kedudukannya bahasa Arab. Pertama, Bahasa Arab merupakan bahasa al-Qurân. Kedua, Bahasa Arab merupakan bahasa yang digunakan dalam shalat. Ketiga, Bahasa Arab merupakan bahasa hadith nabi. Keempat, Posisi ekonomi dunia Arab yang strategis. Kelima, Banyaknya jumlah penutur bahasa Arab. Factor inilah yang dianggap penulis disertasi ternyata bahasa Arab sangat berpengaruh.
3. Peran Ilmu-ilmu Kebahasaaraban dalam Penafsiran Ayat
Penulis disertasi ini membagi dua implikasi pesan Tuhan ke ranah bahas manusia. Pertama, manusia sebagai penerima ajaran al-Qurân dapat memahami dan menangkap pesan-pesan Tuhan tersebut. Kedua, pesan-pesan Tuhan yang dibumikan dalam bahasa manusia, mau tidak mau akan mengikuti dan terikat pada hukum-hukum dan kaidah-kaidah bahasa yang digunakannya.
Ilmu-ilmu di luar ilmu ‘Ulûm al-Qurân yang mempunyai peran yang cukup besar dalam menjaga kemurnian al-Qurân serta dalam upaya menggali kandungan maknanya adalah ilmu-ilmu kebahasaan.
a. Ilmu Nahwu (Sintaksis)
b. Ilmu Balâghah
B. Lafal dan Makna sebagai Unsur Utama Bahasa
1. Hakikat Lafal danMakna
Yayan membedakan antara makna dan lafal. Ruang lingkup makna begitu luas dan lentur.
2. Perkembangan dan Perubahan Lafal
Dalam sejarah perkembangan suatu bahasa, lafazd dan maknanya selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Audah Khalîl Abû Audah (1985 :50) menjelaskan ada delapan hal yang menyebabkan lafal (bunyi bahasa) itu berubah dan berkembang. Kedelapan hal tersebut adalah:
a. Perubahan bunyi suatu huruf menjadi huruf yang lain diakibatkan oleh kebiasaan berbahasa yang berlaku pada tempat-tempat tertentu. Fenomena ini banyak terjadi;
b. Dalam bahasa ada yang disebut qânun mumâtsalah (hukum pada huruf-huruf yang sama).
c. Dalam ilmul ashwât (bunyi) dikenal istilah qânun mukhâlafah (hukum pada hurufhuruf.
B. Posisi Kinâyah dalam Variasi Hubungan Lafal danMakna
1. Tauriyah
Kata tauriyah merupakan bentuk mashdar dari “ ورى “. Secara leksikal kata tersebut menurut Ahmad Al Hâsyimy bermakna, “menyembunyikan sesuatu dengan menampakkan yang lainnya”. Sedangkan secara terminologi tauriyah adalah, seorang mutakallim mengungkapkan suatu lafal yang mempunyai dua makna. Makna pertama sangat dekat dan secara lafdzy menunjukkan kepadanya, akan tetapi makna tersebut tidak dimaksudkan oleh penuturnya. Sedangkan makna kedua sangat jauh dan isyarat lafad kepada makna tersebut bersifat samar.
2. Istikhdâm
Istikhdâm dalam terminologi ilmu balaghah, tepatnya ilmu badi’ ialah mengungkapkan suatu lafal musytarak (lafal yang mempunyai dua makna). Pada ungkapan pertama yang dimaksud adalah makna pertamanya. Setelah itu diulangi oleh suatu dlamîr, atau isyârat, atau oleh dua dlâmir. Makna yang terkandung pada dlâmir pengulangan tersebut adalah makna kedua. Contoh firman Allah Ta’ala :
….Barang siapa diantara kamu sekalian menyaksikan bulan maka berpuasalah padanya. (al Baqarah/2:185)
Pada ayat di atas terdapat lafal الشهر . Lafal ini termasuk kategori musytarak, makna pertama adalah hilâl (bulan sabit) dan makna kedua adalah nama-nama bulan seperti Ramadhân. Lafal “ الشهر pada ayat di atas bermakna hilâl. Kemudian lafal tersebut diulangi oleh dlamîr ( ه ) pada lafal ‘ فليصمه yang kembali kepadanya. Dlamîr tersebut bermakna hari-hari Ramadhan,yaitu makna kedua dari “ . الشهر Makna ini merupakan makna kedua dari lafal “ .“ الشهر
3. Musyâkalah
Musyâkalah adalah salah satu dari bentuk ungkapan bahasa Arab. Model ini dilakukan dengan jalan mengungkapkan suatu makna dengan lafal yang tidak semestinya untuk mengimbangi ungkapan sebelumnya. Contoh firman Allah dalam surat al-Mâidah 116.
Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku, dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri-Mu. (al-Mâidah/5:116)
Pada ayat di atas terdapat ungkapan ‘أعلم ما فى نفسك ولا. Maksud ungkapan tersebut adalah ‘أعلم ما عندك ولا ‘. Penggantian lafal ‘ ما عندك dengan ‘ ما فى نفسك ‘untuk mengimbangi ungkapan sebelumnya yaitu ‘‘ تعلم ما فى نفسى . Model pengungkapan seperti ini dalam stilistika Arab (Badî’) dinamakan musyâkalah.
4. Taujîh
Secara leksikal taujîh bermakna pengarahan atau bimbingan. Sedangkan engertian taujîh dalam istilah ulama balaghah adalah, Taujih adalah mendatangkan kalimat yang memungkinkan dua makna yang berlawanan secara seimbang, seperti mengejek, memuji, agar orang yang mengucapkan dapat mencapai tujuannya, yaitu tidak memaksudkan pada salah satunya secara eksplisit.
5. Husn at-Ta’lîl
Pengertian husn at- ta’lîl dalam pandangan ulama balaghah adalah, usnut-ta’lil adalah seorang sastrawan mengingkari secara terang-terangan ataupun ersembunyi (rahasia) terhadap alasan yang telah diketahui umumbagi suatu peristiwa, dan sehubungan dengan itu ia mendatangkan alasan lain yang bernilai sastra dan lembut yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya.
Tujuan-tujuan Kinâyah
Jika seseorang ingin mengungkapkan sesuatu baik dalam bentuk fikiran atau perasaan ia akan menggungkapkannya dengan kata-kata yang jelas dan mudah difahami. Namun meningkatnya budaya manusia dan beragamnya lawan bicara seseorang mempengaruhi bentuk ekspresinya. Ungkapan bahasa dalam bentuk kinâyah merupakan bagian dari dinamika penggunaan bahasa oleh manusia. Manusia tidak lagi puas dengan menggunakan lafal-lafal untuk makna haqiqi.

BAB III
WACANA KINAYAH
DALAMKAJIAN ULUMUL QUR’AN
A. Uslûb Al-Qurân
Al-Qurân adalah salah satu kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT kepada para nabi-Nya. Kitab tersebut diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dalam bahasa Arab, karena nabi yang menerimanya berbahasa Arab dan hidup di
tengah komunitas yang menggunakan bahasa tersebut Para ulama ulumul Quran mengakui bahwa al-Qurân mengandung mukjizat baik pada sisi bahasa maupun isinya. Walaupun al-Qurân menggunakan bahasa Arab, akan tetapi uslûb dan style bahasa al-Qurân berbeda dengan kitab-kitab bahasa Arab lainnya. Adanya kekhususan dalam uslûb al-Qurân dirasakan oleh orang-orang yang mempunyai apresiasi tinggi terhadap al-Qurân, serta diakui secara ilmiah oleh mereka yang mengkajinya secara akademik. Menurut Issa J. Boulatta1, “Efek yang sangat kuat dan berpengaruh kepada seseorang yang mendengar al-Qurân adalah berasal dari teks itu sendiri”.
B. Tafsir dan Takwil sebagai Instrumen Pemahaman Teks Ayat
1. Hakikat Tafsir
Al-Qurân turun di tengah-tengah masyarakat yang membanggakan keungulan berbahasa, keindahan berekspresi, dan ketrampilan dalam mengungkapkan sesuatu dengan kata-kata yang indah dan menarik. Untuk itu al-Qurân turun dengan menggunakan bahasa Arab yang fasih. Katakata dan gaya bahasanya menggunakan kata-kata dan gaya bahasa yang biasa mereka gunakan. Hal ini telah memudahkan mereka untuk memahami, mengerti, dan merasakan keindahan bahasanya untuk kemudian mengimaninya dan mengikuti petunjuknya. Mengenai apakah semua para sahabat yang mendengar al-Qurân
2. Makna Tafsir
Secara leksikal tafsir bermakna idhah atau tabyin yang dalam bahasa Indonesia berarti menjelaskan. Makna ini dapat kita lihat di dalam al-Qurân surat alfurqon: 33
Tidakkah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang
paling baik penjelasannya. (Q.S Al-furqon/25 : 33)
Sedangkan Tafsir secara terminologi adalah Ilmu yang membahas al-Qurân dari segi makna yang dimaksud oleh Allah SWT sebatas kemampuan manusia.
3.Makna Ta’wil
Ta'wil secara leksikal bermakna ( الأول ) yang bermakna kembali. Sebagian ulama berpendapat bahwa ta'wil mempunyai makna yang sama dengan ( .(التفسير memahaminya, baik secara global maupun terperinci, para ulama berbeda pendapat.
Lebih jauh penulis disertasi ini mengupas juga pendekatan dan metode tafsir, juga corak dalam tafsir.
C. Ayat-ayat Mutasyâbih dalam Al-Qurân
Istilah kinâyah dalam kajian ulûmul Quran berkaitan erat dengan masalah mutasyâbihât. Kaitannya terletak pada pemaknaannya yang bersifat polisemi. Salah satu definisi mutasyâbih adalah ayat-ayat yang mempunyai pengertian yang variatif. Pengertian ini hampir mirip dengan pengertian kinâyah yaitu ungkapan yang dimaksudkan untuk makna lazimnya, akan tetapi dibolehkan mengambil makna hakikinya. Mengangkat jug jenis dan macam-macam mutasyabihat.
D.Makna Haqiqi dan Majâzy
1. Konsep Hakikat dan Majâz
Pada awalnya manusia menggunakan suatu kata atau ungkapan dimaksudkan untuk makna hakikinya. Setiap kata atau ungkapan yang diucapkan dalam komunikasi dimaksudkan untuk makna yang sebenarnya. Akan tetapi setelah kata atau ungkapan tersebut berkembang dan digunakan banyak orang terjadilah pergeseran, perpindahan bahkan perubahan makna dari makna asal kepada maknanya yang baru. Munculnya makna baru tersebut bisa berfungsi menggantikan, memperkaya, dan bisa juga berfungsi sebagai makna keduanya. Dengan proses tersebut muncullah istilah makna haqiqi (denotative) dan makna majâzy (konotatif).
E. Penggunaan Majaz dan Kinâyah dalam Al-Qurân
1. Penggunaan Majâz
Sebagaimana dikemukakan pada bab terdahulu bahwa majâz adalah suatu ungkapan yang digunakan bukan untuk makna yang sebenarnya. Makna yang bukan sebenarnya dalam ilmu balâghah biasa disebut makna tsawâny atau makna majâzi. Keharusan suatu teks dimaknai secara majâzi jika terdapat qarînah yang mencegah pemaknaannya secara haqiqi.

BAB IV
AYAT-AYAT KINAYAH DALAM AL-QURAN
A. Sistimatika Pembahasan
Bab ini terdiri dari dua bagian utama, bagian pertama menampilkan hasil analisis ayat-ayat kinâyah; sedang pada bagian kedua menampilkan pembahasan dan analisis hasil penelitian. Pada bagian pertama akan ditampilkan hasil analisis ayat-ayat al-Qurân yang mengandung aspek kinâyah. Ayat-ayat jenis tersebut ditampilkan satu per satu pada masing-masing juz. Dalam menentukan apakah suatu ayat mengandung aspek kinâyah atau tidak peneliti mencarinya dari berbagai kitab tafsir, khususnya tafsir-tafsir yang secara lebih khusus membahasnya dari aspekaspek kebahasaan.
Pada bagian kedua diuraikan penafsiran dan pendapat dari para mufassir dan ulama, khususnya penafsiran pada ungkapan-ungkapan kinâyah. Sumber penafsiran diambil dari kitab-kitab ma’âjim ‘Arabiyyah, kitab-kitab tafsir dan kitab-kitab amtsâl.
B. Penggunaan istilah kinâyah dalam kitab-kitab tafsir
Dalam bab terdahulu telah dijelaskan bahwa penggunaan istilah kinâyah dalam wacana bahasa Arab mengalami perkembangan dan perubahan. Sejak masa
Abû Ubaida – Bapak ilmu balâghah – sampai kepada masa Abd al-Qâhir al- Jurzâni dan masa-masa berikutnya konsep kinâyah mengalami perkembangan. Pada mulanya kinâyah bermakna dlamîr. Kemudian berkembang menjadi irdâf, badal, majâz, kebalikan dari makna sharîh; dan akhirnya sampai kepada makna yang kita fahami dalam ilmu balaghah sekarang ini. Di sini akan dikemukakan penggunaan istilah kinâyah dalam beberapa kitab tafsir.
Setelah itu, penulis disertasi mengungkap kinayah dalam berbagai perspektif para mufassir. Secara keseluruhan ayat-ayat kinâyah dalam al-Qurân berjumlah 77 ayat yang tersebar pada 28 juz dan 42 surat. Sedangkan ungkapan kinâyah-nya secara keseluruhan berjumlah 84 ungkapan.

MENELADANI KESHALEHAN IBRAHIM

MENELADANI KESHALEHAN IBRAHIM
Khutbah Idul Adha1430 H
Oleh : Hasani Ahmad, M.A.
Disampaikan pada shalat Idul Adha Masjid Raudhatul Jannah, Pabean, Purwakarta, kota Cilegon, Prov. Banten

بِسْمِ اللهِ لرَّحْمَنِ الرَّحَيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ . اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ. اَللهُ اَكْبَرُ كَبَيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَأَصِيْلاً. لاَإِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وََنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لاَإِلَهَ إِلاَّاللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَ ِللهِ الْحَمْدُ.
اَللهُ اَكْبَرُ ذُوالْمُلْكِ وَالمُتَأَبّدِ بِالْخُلُوْدِ وَالسُّلْطَانِ. اَللهُ اَكْبَرُ ذُوْالْقَهْرِ الْمُمْتَنِعَ بِغَيْرِ جُنُوْدٍ وَلاَ اُعْوَانٍ, اَللهُ اَكْبَرُ الْعَزِيْزُ الْبَاقِى عَلَى مَمَرِّ الدُّهُوْرِ وَاْلأَعْوَامِ. اَللهُ اَكْبَرُ الْكَرِيْمُ الْخَالِدُ عَلَى مَوَاضِى اْلأَعْيَادِ وَاْلأَيَّامِ.
نَشْهَدُكَ رَبَّنَا. وَكَفَى بِكَ شَهِيْدًا. إِنَّنَا نَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اَنْتَ. اَنْتَ اْلأَوَّلُ الَّذِيْ لاَشَيْئَ قَبْلَكَ. وَاَنْتَ اْلأَخِرُ الَّذِيْ لاَغَايَةَ بَعْدَكَ. أَنْتَ الْقَائِمُ بالْقِسْطِ. أَنْتَ الْعَدلُ فِى الْحُكْمِ اَنْتَ الصَّادِقُ فِى الْوَعْدِ وَاَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ.
اللهم صل وسلم على هذا النبى الكريم محمد بن عبد الله وعلى اله واصحابه اجمعين.
ياأيها الذين ءامنوا اتقوا الله وءامنوا برسوله يؤتكم كفلين من رحمته ويجعل لكم نورا تمشون به ويغفر لكم والله غفور رحيم
إنا أعطيناك الكوثر فصل لربك وانحر إن شانئك هو الأبتر

Allahu Akbar Walillahil Hamd.
Maasyiral Muslimin wa zumratal-muwahhidin,
Hadirin kaum Muslimin yang dimuliakan Allah SWT.
Dinten niki jutaan ummat muslim di seluruh penjuru dunia melaksanakan sing dikenal sereng dinten riyaye Idul Adha th 1430 H atenapi hari raya idul qurban. Dinten niki adalah dinten sing paleng bersejarah dalam kehidupan umat manusia. Khususe umat beragama pemeluk ajaran tauhid, nggeh niku meng-Esakan Allah, boten wenten sekutu selaine Allah, sing tiperjuangken sereng NabiyaAllah, khususe Nabi Ibrahim sereng nabi Muhammad Saw.
Sekian abad yang lalu, di tengah padang pasir yang menghampar, di antara himpitan bukit yang terjal dan di bawah sinar matahari yang kering kerontang, menyengat dan panas sekaligus di antara pratek-praktek penyimpangan keyakinan dan berhala-berhala fikiran, kekuasaan dan keimanan, terdapatlah sinar kecerahan, pelita nurani serta harapan yang dibawakan oleh seorang hamba Allah sekaligus pemurni dan Bapak tauhid (abu al-millah) Ibrahim a.s.
Perjuangan dan pengorbanan kedua Rasul Allah pejuang ajaran tauhid itulah yang kita peringati hari ini, setidaknya dengan tiga kegiatan utama yang mengokohkan bahwa kita adalah umat pemegang ajaran tauhid yang setia.
Kegiatan pertama ialah melaksanakan shalat Idul Adha, di lapangan-lapangan terbuka dengan mengumandangkan lafad-lafad, takbir-tahlil dan tahmid, sebagai ungkapan kebenaran keyakinan kita kepada ajaran agama yang kita jadikan pedoman hidup kita, yang mengajarkan bahwa hanya Allah yang Maha Besar. Bahwa tidak ada yang menguasai hidup manusia di alam semesta ini kecuali Allah SWT, dan tidak ada sebentuk kekuasan dan kekuasaan apapun yang pantas disanjungkan, dipuja, kecuali kekuasaan dan kebesaran Allah SWT.
Kegiatan kedua, ialah kegiatan proses ibadah haji di tanah suci Mekkah Al-Mukarramah yang datang dari seluruh penjuru dunia, yang telah dimulai sejak tanggal 8 (Delapan) Zulhijjah, dengan memakai pakaian ihram dan melafalkan niat ibadah haji, mereka serentak berangkat ke Padang Arafah, untuk melaksanakan wuquf tanggal 9 (sembilan) Zulhijjah, sebagai rukun utama ibadah haji. Pada saat-saat yang seperti itu mereka juga mengumandangkan kalimat tauhid, kalimatan thayyibah, berupa talbiyah, yang berisi pengakuan setia, kepatuhan dan ketundukan seorang muslim kepada agama Islam yang diyakininya dan keimanan yang mendalam.
Kegiatan ketiga, ialah penyembelihan hewan qurban
Ma’asyirol muslimin rahimakumullah
Pada peringan Idul Qurban sing kule laksanakaken sniki wenten 3 sosok atenapi wenten tlung uwong sing berpengaruh. Pertami Nabi Ibrahim, ke kale Ismail dan ketelune Siti Hajar. Nabi Ibrahim selaku bapak, ismail selaku anak, lan siti hajar selaku Ibu.
Ma’asyirol muslimin rahimakumullah
Dalam perjalanan sejarah qurban niku di bagai menjadi 3. Pertami qurban zaman nabi Adam AS, kaleh zama nabi Ibrahim AS, dan ketelu zaman nabi Muhammad SAW.
Pertama pada zaman nabi Adam dilakukaken sereng kedua putranya geh puniku Qabil dan Habil. Pada waktu niku kekayaan Qabil mewakili kelompokk petani, sedang Habil mewakili kelompok peternak. Nape sing dilakukan oleh kedua anak Adam niki, Habil dengan tulus ikhlas mengorbankan hewan sing lemu-bagus, sedangkan Qobil mengorbankan buah-buahan sing sampun bosok, ale. Dari dua pengorbanan sing tilakukan sereng kedua pecile Adam puniku Allah nerima kurbane Habil karena dengan tulus ikhlas mengorbankan hewan pilihan yang terbaik, sedang qabil boten diterima sereng Allah Swt. Karena boten diterime sereng Allah niku Qabil balas dendam ning Habil geh puniku perebutan calon istri. Dan tempat qurban habil dan qabil geh puniku disimpen ning padang Arafah, tempat puniku, sniki dienggeh wukuf sereng jamaah haji seluruh dunia. Qurban Qabil Habil niki tercantum dalam al-Quran Q.S. al-Mâidah: 27:
                  •        
27. Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang Sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia Berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah Hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa".
Jadi modal utama qorban niku ketakwaan dan keikhlasan kita’. Hakikat qurbn itu se3sungguhnya terletak pada ketakwaanya. Allah SWT berfirman:
لَنْ يَنَالَ اللهَ لُحُومُهَا وَلاَ دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
Artinya:
“Darah dan daging (hewan qurban) itu, tidak akan dapat mencapai (keridhaan) Allah, tapi ketaqwaan kamulah yang dapat mencapainya.” (Al-Hajj: 37)
Allahu Akbar Walillahil Hamd.
Sejarah qurban sing ke kale geh puniku zaman nabi Ibrahim AS. Dikisahkan saking al-Quran Q.S. al-Shaffât: 100-111
     
100. Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.
                                                                 
101. Maka kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. 102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". 103. Tatkala keduanya Telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). 104. Dan kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, 105. Sesungguhnya kamu Telah membenarkan mimpi itu Sesungguhnya Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. 106. Sesungguhnya Ini benar-benar suatu ujian yang nyata. 107. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. 108. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang Kemudian,
ayat puniki menceritakan mengenai qurban dan pengorbanan. Waktu Ibrahim berumur 100 tahun, Ibrahim dereng saos dikarunia pecil sereng Allah, lan Ibrahim selalu berdoa ”Rabbihabli minashalihin 37:100” ”Ya Allah anugrahkan kepadaku putera yang shaleh”. Kemudian saking rayat ke kale Ibrahim, sing dinikahi waktu silaturahmi ning Mesir. Lahirlah Ismail AS. Sing lahir ning padang pasir tandus.
Pada saat Ibrahim diisungi petunjuk sereng Allah kangge ningal rayat pertamine siti Sarah sing wenten ning Yarussalem, masjidil Aqsha. Ibrahim pada waktu niku ninggalaken sangu kangge Hajar lan Ismail hanya roti lan guci sing isine banyu. Pada waktu siti hajar ketelasan sangu, siti hajar ningali banyu sebelah Timur (wetan) / bukit Shafa padahal niku hanya banyangan doang, ning riku Ismail ditinggal sereng Siti hajar naek/nanjak gunung Marwah terus balek maleh ning bukit shafa sampe pitung balen (7x) tapi tetep boten antuk banyu. Ningali Ismail sikile nendang-nendang, lan sing tanah tendangan Ismail niku keluar air sing cukup deres. Ningali kejadian niku Siti Hajar teriak-teriak jami-jami, saking niku sniki dikenal sereng banyu/sumur zam-zam. Ning tanah niku Allah swt. Netepaken kangge tempat ibadah haji.
Allah berfirman dalam surah al-Hajj: 27’
  ••            
27. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,
Nabi Ismail sing ditinggal sereng Ibrahim ning Yarussalem menjelang remaja. Ternyata siti Sarah istri pertami Ibrahim melahirkan pecil sing diisungi nami Ishak. Setelah niku Ibrahim diisungi perintah sereng Allah kangge ninggalaken Ismail dan siti hajar sing wenten ning Mekkah. Rupane Ismail sing alit sampe jadi pecil kesayangan nabi Ibrahim AS. Tibe-tibe Allah ngisungi ujian ning Ibrahim kangge nyembeleh Ismail sekeprepun Allah berfirman Q.S. al-Shaffat:102:
                            
102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".
Ayat puniki turun sebabe gepuniku (asbaunnuzule) waktu Ibrahim mimpi, ning jeru mimpine niku Ibrahim diperintahkan sereng Allah kangge nyembeleh Ismail, sampe ning Mina Ibrahim nginep, Ibrahim ngimpi sing sami. Juga waktu di Mina nyipenge ning Mina maler mimpi kangge nyembelih pecile.
Nikulah ujian kangge Ibrahim, semakin tinggi iman seseorang maka semakin tinggi pula ujiannya. Terjadilah dialog diobrolaken sereng Ismail, lan ismail menerima dengan mengatakan if’al ma tu’,mar.
Kisah niki merupakan puncak ketaatan seorang Ibrahim kepada Allah dan kepatuhan Ismail terhadap ayahnya, karena yakin itu perintah Allah. Ketika Ibrahim berjalan ingin menyembeih ismail datang syetan menggoda siti Hajar dekat mina, maka dari situ disyariatkan melempar jumrah/syetan dengan mengucapkan bismillahi allahu akbar, Ditempat inilah pada tanggal 10 Dzulhijjah jamaah haji disuruh melemparkan batu sebagai simbol melawan sifat2 setan. Hajar berkata wahai Ibrahim, jangan kau lakukan pada anakmu. Namun Ibrahim dengan langkah mantap tetap melangkah dan menempelkan pisau dileher Ismail, ketika itu pula Allah langsung mengganti Ismail dengan seekor gibas. Sebagaimana firman Allah Q.S. al-Shaffat: 103-107:
                           
103. Tatkala keduanya Telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). 104. Dan kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, 105. Sesungguhnya kamu Telah membenarkan mimpi itu Sesungguhnya Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. 106. Sesungguhnya Ini benar-benar suatu ujian yang nyata. 107. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.

Ma’asiral muslimin rahimakumullah
Mari kita bawa dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana ketika seorang ayah meminta sesuatu pada anaknya maka contohlah Ismail. Dan kepatuhan seorang anak tanpa pikir panjang senantiasa taat kepada ayahnya. Bagi anak yang pernah membentak bapaknya, anak yang belum memenuhi kebutuhan permintaan ayahnya, mohonlah ampun, minta maaflah. Jadilah ismail-ismail di masa modern. Sosok ibrahim bisa jadi guru kita, atasan kita, pimpinan kita, pemerintan yang menaungi kita, suami kita, maka sejak hari ini jadilah ismail-ismail baru yang menjunjung tinggi nilai kepatuhan dan ketaatan. Dan bagi Ibrahim-ibrahim masa kini dialoglah, musyawarahlah, bijaklah dalam mengambil sikap. Karena sesungguhnya Nabi Ibrahim mengajarkan nilai itu, ketika diperintah oleh Allah, beliau langsung musyawarah mufakat. Dan bagi Siti Hajar masa kini jangan pantang menyerah menghadapi hidup, jangan pantang menyerah dalam mendidik anak, sekolahkan kejenjang paling tinggi, tanamkan nilai moral dan agama, kejar, bila perlu kejenjang tertinggi yakni Doktor, kejar sampai guru besar. Jangan lengah sedikitpun dengan anak kita ditengah arus globalisasi yang semakin menggerus peradaban. Sekarang menjangkau dunia hanya dalam genggaman yakni dengan HP jaringan internet. Nonton tv dalam genggaman. Hidup serba mesin. Na’uzubillah min dzalik sampai terjadi perbuatn yang tidak diharapkan oleh agama kita.
Sosok Ibrahim sebagai bapak, Siti hajar sebagai ibu dan Ismail sebagai anak dalam gambaran ayat tadi bisa berubah apapun sesuai dengan kondisi zaman. Dan pengorbanan itu langsung diganti oleh Allah dengan imbalan yang lebih baik.



Allahu Akbar Walillahil Hamd.
Sejarah kurban yang ketiga adalah zaman nabi Muhammad Saw. Allah berfirman dalam Q.S. al-kausar.
             :
1. Sesungguhnya kami Telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. 2. Maka Dirikanlah shalat Karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. 3. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.
Ayat ini mengajarkan shalat dan berkurban sebagai bentuk syukur kepada Allah Swt.

Allahu Akbar Walillahil Hamd.
Kaum Muslimin dan Muslimat yang Berbahagia.
Marilah kita jadikan hari ini, hari Idul Adha, sebagai momentum untuk membina ikatan persaudaraan, kesatuan, memperkuatkan rohani dan jasmani, menyatukan hubungan kasih sayang baik dengan sesama manusia maupun dengan alam sekitar kita.
Marilah dengan hati terbuka, dengan wajah yang jernih dan tangan terulur kita memulai hal tersebut dengan bermaaf-maafan; biarlah yang muda meminta maaf kepada yang tua, yang tua memberi maaf kepada yang muda; biarlah suami meminta maaf kepada istrinya, dan demikian pula sebaliknya. Di mana-mana kita kibarkan bendera kedamaian, bendera salam. Berdamai dengan diri kita sendiri, berarti kita berdamai dengan keluarga, manusia, dan bumi :
Semoga kita yang hadir di sini, pada pagi hari yang cerah dan bahagia, tergolong kepada orang yang memiliki semangat tauhid yang kokoh dan kuat, yang tidak tergoyahkan oleh rayuan dunia yang bersifat maksiat, munkar dan angkara, dan menjanjikan kesenangan hidup yang fana dan sementara, sementara di balik itu telah menanti ancaman berita dunia, dan kelak pun terancam siksaan Allah dalam api neraka yang bernyala-nyala.
Akhirnya marilah kita tutup khutbah ini dengan do’a dan semoga Allah SWT mendengarkan dan mengijabahnya.
إِنَّ اللهَ وَمَلائكته يصلون على النبي يآابّها الّذين آمنوا صلّوا عليه وسلّموا تسليما. اللهم صل وسلم وبارك على محمد وعلى اله واصحابه أجمعين.
اللهم اغفرلنا ولوالدينا وارحمهما كما ربوناصغارا ولجيع المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الاحياء منهم والاموات.
اللهم اغفر للمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات واصلح ذات بينهم والف بين قلوبهم واجعل في قلوبهم الإيمان والحكمة وثبتهم على ملة رسولك صلى الله عليه وسلم
Ya Allah, ampunilah kaum mukminin dan mukminat, muslimin dan muslimat, perbaikilah di antara mereka, lembutkanlah hati mereka dan jadikanlah hati mereka keimanan dan hikmah, kokohkanlah mereka atas agama Rasul-Mu SAW, berikanlah mereka agar mampu menunaikan janji yang telah Engkau buat dengan mereka, menangkan mereka atas musuh-Mu dan musuh mereka, wahai Ilah yang hak dan jadikanlah kami termasuk dari mereka.
اللهم أصلح لنا ديننا الذي هو عصمة أمرنا وأصلح لنا دنيانا التي فيها معاشنا وأصلح لنا آخرتنا التي فيها معادنا واجعل الحياة زيادة لنا في كل خير واجعل الموت راحة لنا من كل شر.
Ya Allah, perbaikilah sikap keagamaan kami sebab agama adalah benteng urusan kami, perbaikilah dunia kami sebagai tempat penghidupan kami, perbaikilah akhirat kami sebagai tempat kembali kami di dunia sebagai tambahan bagi setiap kebaikan. Jadikanlah kematian kami sebagai tempat istirahat bagi kami dari setiap keburukan.

اللهم حبب إلينا الإيمان وزينه في قلوبنا وكره إلينا الكفر والفسوق والعصيان واجعلنا من الراشدين
Ya Allah, jadikanlah kami mencintai keimanan, dan hiasilah keimanan tersebut dalam hati kami. Dan jadikanlah kami membenci kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan dan jadikanlah kami termasuk orang yang mendapat petunjuk.
اللهم ارزقنا الصبر على الحق والثبات على الأمر والعاقبة الحسنة والعافبة من كل بلية والسلامة من كل إثم والغنيمة من كل بر والفوز بالجنة والنجاة من النار يا أرحم الراحمين.

Ya Allah, berilah kesabaran kepada kami atas kebenaran, keteguhan dalam menjalankan perintah, akhir kesudahan yang baik dan 'afiyah dari setiap musibah, bebas dari segala dosa, keuntungan dari setiap kebaikan, keberhasilan dengan surga dan selamat dari api neraka, wahai dzat yang Maha Pengasih.


اَللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ وَاِلَيْكَ يَعُوْدُالسَّلاَمُ رَبَّنَا اَحْيِنَا بِالسَّلاَمِ وَادْخِلْنَاالْجَنَّةَ دَارَالسَّلاَمِ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا يَاذَالْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ.

"Ya Tuhan kami, Engkaulah salam, dari engkaulah salam, kepada-Mu kembali salam, hidupkanlah kami di dunia ini dengan salam, dengan damai dan masukanlah kami ke dalam surga-Mu "Darussalam", negeri yang damai, Maha Suci Engkau, Maha Mulia Engkau Ya zal Jalali wa-al Ikram".

Mudah-mudahan Allah menerima segala amal ibadah kita, mengampuni segala dosa kita, memberkati usaha perjuangan kita, memberi bimbingan dan petunjuk bagi seluruh hidup kita, agar kelak kita kembali kepada Allah dan dapat menemukan serta memperoleh ridha-Nya.
ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفى الاخرة حسنة وقنا عذاب النار
وصل اللهم على عبدك ورسولك سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم والحمد لله رب العا لمين .


عِبَادَاللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغِى وَيَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَلِذِكْرُاللهِ اَكْبَرُ. اَللهُ اَكْبَرْ اَللهُ اَكْبَرْ اَللهُ اَكْبَرْ وَ ِللهِ الْحَمْدُ

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Cilegon, 26 Nopember 2009