Sabtu, 22 Oktober 2011

JUAL BELI IJON DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JUAL BELI IJON DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Makalah Ini Untuk Memenuhi Tugas “ Hadist Ahkam Ekonomi” DISUSUN OLEH : HISTI RUKOMAH ( 921030016 ) Dosen Pembimbing : DR. Hasani Ahmad Said, M. A JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) RADEN INTAN LAMPUNG T.A 2011/1432H KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb. Alhamdulillah puji syukur bagi Allah SWT, berkata rahmat dan nikmat-Nya serta hidayah dan inayah-Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan Tugas makalah yang sederhana ini. Dalam mata kuliah “Hadist Ahkam Ekonomi”, yang membahas tentang “Jual Beli Ijon Dalam Perspektif Hukum Islam” . Pada prodi Mu’amalah semester V (Lima) Institut Agama Islam Negeri Raden Intan. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan, sehubungan dengan hal tersebut maka saya mengharapakan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca, guna kesempurnaan tugas kami. Atas selesainya tugas ini saya menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moral ataupun materil. Semoga amal baik yang telah diberikan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Akhir kata saya berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi para pihak yang membaca, terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb Bandar Lampung, 09 Oktober 2011 Penulis DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 2 BAB II PEMBAHASAN 3 A. Jual Beli 3 B. Hukum jual beli 5 C. Rukun dan syarat jual beli 6 D. Macam-macam jual beli 8 E. Jual beli yang dilarang oleh syara tapi sah hukumnya 10 F. Jual Beli sistem Ijon 14 G. Pendapat Para Fuqaha 15 H. Hikmah Larangan Menjual Buah Yang Masih Hijau 17 BAB III PENUTUP 19 Kesimpulan 19 DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan manusia, jual beli merupakan kebutuhan dhoruri yaitu kebutuhan yang tidak mungkin ditinggalkan, sehingga manusia tidak dapat hidup tanpa kegiatan jual beli. Jual beli juga merupakan sarana tolong menolong antara sesama manusia, sehingga Islam menetapkan kebolehannya sebagaimana dalam banyak keterangan al-Qur’an dan Hadits Nabi, diantaranya, yaitu : وَاَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَمَ الرِّبَا (البقراه : 275) “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Sejalan dengan perkembangan zaman, persoalan jual beli yang terjadi dalam masyarakat semakin meluas, salah satunya adalah adanya praktek jual beli ijon (jual beli tanaman, buah atau biji yang belum siap untuk di panen). Praktek ini bukan hanya terjadi pada saat ini, akan tetapi sudah ada sejak zaman Rasulullah. Permasalahan ijin ini secara hukum sudah tertera jelas dalilnya, akan tetapi permasalahan ini tetap dibahas oleh para fuqaha mengingat di dalam jual beli ijon sendiri, Ada terdapat banyak permasalahan baik dari perluasan hukum yang sudah ada maupun adanya ijon dalam bentuk lain dari ijon pada zaman Nabi. Jual beli ijon ini masih sangat kerap kita temui pada masyarakat pedesaan. Praktek seperti ini lebih banyak berlaku pada buah-buahan, untuk biji dan tanaman lain ada, akan tetapi tidak sebanyak pada buah-buahan. B. Rumusan masalah Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis memaparkan berbagai permasalahan, yaitu sebagai berikut: 1. Apa pengertian, rukun dan syarat jual beli? 2. Apakah jual beli ijon dapat dijalankan dan bagaimana pendapat para fuqaha mengenai masalah jual beli ijon ini? BAB II PEMBAHASAN A. Jual Beli Secara etimologis jual beli berarti pertukaran mutlak. Berasal dari bahasa arab al-ba’i ”jual” dan asy syira “beli” penggunaanya disamakan antara keduanya. Dua kata tersebut memiliki pengertian lafadz yang sama dan pengertian yang berbeda. Menurut sayyid sabiq jual beli adalah pertukaran harta terntu dengan harta lain berdasarkan keridhaan antara keduanya. Dalam bukunya al jaziri dikatakan bahwa menjual berarti mempertukarkan sesuatu dengan sesuatu. Menukarkan barang dengan barang –secara bahasa- disebut menjual, sebagaimana menukarkan barang dengan uang. Jual beli menurut hukum syariat, memiliki pengertian tukar-menukar harta dengan harta, dengan tujuan memindahkan kepemilikan, dengan menggunakan ucapan ataupun perbuatan yang menunjukkan terjadinya transaksi jual beli. Berdasarkan pengertian di atas, transaksi jual beli sangat berhubungan dengan harta (hal yang memiliki nilai ekonomis). Dalam Islam, harta itu mencakup tiga kategori: Pertama: Benda, baik berupa aktiva tetap, misalnya: tanah dan rumah, ataupun aktiva bergerak, misalnya: buku, sepeda motor, dan mobil. Kedua: Hak, misalnya: jual beli hak cetak buku dan jual beli merek dagang. Ketiga: Manfaat, yaitu jual beli kewenangan untuk memanfaatkan barang milik orang lain. Kata-kata yang digunakan dalam transaksi jual beli itu, boleh jadi kata-kata yang secara bahasa menunjukkan makna jual beli; semisal ucapan penjual, “Saya jual barang ini dengan harga sekian rupiah,” lalu pembeli mengatakan, “Ya, saya beli barang tersebut dengan harga yang tadi Anda sampaikan.” Bisa juga, transaksi jual beli menggunakan perbuatan tanpa ucapan, satu patah kata pun. Misalnya: Seseorang yang membeli suatu barang di swalayan. Boleh jadi, sejak masuk ke swalayan sampai keluar, tidak ada satu patah kata pun yang dia ucapkan, namun perbuatannya menunjukkan bahwa dia mengadakan transaksi jual beli dengan pramuniaga yang ada. istilah jual beli sama dengan perdagangan yang berarti al ba’i at tijarah, dan al mubadalah, sebagaiaman firman allah surta fathir 29: •                 Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, Menurut istilah ada beberapa pendapat menurut para fuqaha: 1. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uangdengan jalan melepaskan hak milik dari satu keapda yang lain atas dasar saling merelakan. 2. Pemilikan harta benda dengan jalan tukar menukar yang sesuai denagn atuaran syara’ 3. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola dengan ijab qobul dengan cara yang sesuai dnegan syaraq’ 4. tukar menukar benda dengan benda lain dengan cara yang khusus (dibolehkan) 5. penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan. 6. aqad yang tegak atas dasar penukaran harta dengan harta maka jadilah penukaran hak milik secara tetap. Dari beberapa definis diatas dapat dipahami bahwa inti jual beli adlah suatu perjanjian tukar menukar barang atau benda yang memiliki nilai secara sukarela diantara keduabelah pihak yang satu menerima benda-benda dan pihak lainnya menerima sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati. Yang dimaksud dengan ketetapan hukum aldah memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun dan hal lainya yang ada kaitannya dengan jual beli. Jika tidaks esuai makan tidak memnuhi kehendak syara’. Sedang yang dimaksud dengan benda adalah dapat mencakup pada pengertian barang atau uang. Dan sifat benda tersebut harus dapat dinilai. Jual beli benda yang tidak sesuai maka jual beli itu fasid. B. Hukum jual beli Ayat-ayat ini jelas mengisyarakat bolehnya jual beli walaupun dikaitkan dengan tujuan yang lain: Dalam hadits Nabi SAW dinyatakan: Seorang yang mengambil tali lalu membawa seikat kayu bakar diatas penggungnay lalu menjualnya sehingga dirinya tidak memintaminta, lebih baik daripada mengemis kepda orangorang, mereka memberi atau tidak (HR bukhori) Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jawajwut dengan dengan jawawut, tamar dengan tamar, garam dengan garam dengan ukuran sama dan timbangan yang sama. Barang siapa melebihkan atau meminta tambah berarati ia melakukan riba. Jika berbeda jenis, maka juallah sekehendakmu. (HR. Imam muslim) C. Rukun dan syarat jual beli Rukun jual beli ada tiga yaitu; shighoh, pelaku akad, dan objek akad. 1. Pelaku akad, syaratnya adalah: a. berakal, agar dia tidak terkecoh. Orang gila atau bodoh tidak sah jual belinya b. kehendak pribadi. Maksudnya bukan atas paksaan orang lain sesuai dengan surat an nisa ayat 29                     •      29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. c. tidak mubadzir, sebab harta orang yang mubadzir itu ditangan walinya. d. Baligh. Anak kecil tidaksah jual belinya. Adapun anak yang belum berumnur tapi sudah mengerti menurut sebagian ulama diperbolehkan. 2. objek akad a. Suci, barang najis tidak sah diperjual belikan dan tidak boleh dijadikan uang untuk dibelikan seperti kulit binatang ayng belum dsamak b. Ada manfaatnya. Tidak boleh menjual barang yang tidak ada manfatnya. c. Barang dapat diserahkan. Tidak sah menjual barang yang tidak dapat diserahkan kepada pembeli seperti ikan yang masih ada dilaut. d. Milik penuh. e. Barang tersebut diketahui oleh kedua belah pihak. f. Tidak dibatasi waktu. Seperti kujual motor ini kepada tuan selam setahun.maka penjualan tersebut tidak sah g. Tidak ditaklitkan pada yang lain seperti kujual motor ini jika ayahku pergi kejakarta. 3. Shighot Ijab adalah perkataan penjual seperti contohnya saya jual barang ini sekian. Qabul adlah ucapan pembeli saay terima barang tersebut dengan harga sekian. Menurut ulam lafaz tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. keadaan ijab dan qabul berhubungan. Artinya salah satu dari keduanya pantas menjadi jawaban dari yang lain. b. Makna keduanya adalah mufakat c. Tidak ber0sangkutan dengan yang lain d. Tidak berwaktu, artinya tidak ada yang memisahkan antar keduanya D. Macam-macam jual beli Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi, ditinjau dari hukumnya, jual beli ada dua macam jual beli yang sah menurut hukum dan batal menurut hukum. Dilihat dari segi objeknya dan dari segi pelaku jual beli. Ditinjau dari segi objeknya jual beli dapat dibagi jadi tiga sebagiaman menurut imam taqiyuddin dalam buku kifarat al akhyar hal 329. a. jual beli benda kelihatan ialah pada waktu melakukan aqad jual beli benda atau barnag yang diperjualbelikan ada didepan penjual dan pembeli. Seperti jual beli beras dipasar b. Jual beli yang disebut sifat sifanya ialah jual beli pesanan (salam) atau tidak kontan. c. Jual beli benda yang tidak ada ialah jual beli yang dilarang oleh syara’karena barang tersebut masih gelap dan tidak tentu masing dari tiga hal tersebut terdiri dari dua bagian. Pelaku akad terdiri dari penjual dan pembeli. Objeknya terdiri harga dan barang. Shighoh terdiri dari ijab dan qobul. • Ditinjau dari aqad jual beli terbagi dalam tiga kategori: a. akad dengan lisan, ialah akad yang dialakukan oleh kebaynakan orang, abgi orang bisu diganti dengan isyarat. b. Akad jual beli melalui utusan, perantara, tulisan atu surat menyurat jual beli smahalnya dengan ijab qabul dengan ucapan. c. Jual beli dengan perbuatan, atau dikenal dengan istilah mu’athah yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab dan kabul. Seperti kita membeli barang di alfamart yang mana barang tersebut sudah ada label/bandrol harganya dankemudian membayarkan kepada kasir. • Ditinjau dari jual beli terlarang dan sah Selain dari yang diatas ada jual beli yang dilarang juga ada yang batal dan ada pula yang terlarang tapi sah Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai berikut: a. barang-barang yang dihukumi najis oleh agama/syara’ seperti anjing berhala bangkai binatang, khmar. Sabda rosulullah : dari jahir RA rosulullah SAW sesungguhnya allah dan rosulnya telah mnegkharamkan menjual arak, bankai babi dan berhala (HR bukhari muslim) b. Jual beli Madhamin ialah menjual sperma hewan, di mana si Penjual membawa hewan pejantan kepada hewan betina untuk dikawinkan. Anak hewan dari hasil perkawinan itu menjadi milik pembeli c. Jual beli Malaqih, Menjual janin hewan yang masih dalam kandungan d. Jual beli habl hbalah yaitu jual beli anak onta yang masih dalam kandungan. Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah saw telah melarang penjualan sesuatu (anak onta) yang masih dalam kandungan induknya (H.R.Bukhari Muslim) e. Yaitu jual beli barang yang tidak diketahui kualitas, jenis, merek atau kuantitasnya. Seperti jual beli murabahah HP Nokia yang tidak dijelaskan tipenya. Jual beli radio yang tidak dijelaskan merknya. Jual beli ini dilarang karena mengandung gharar (tidak jelas, tidak pasti yang mana produk yang mau dibeli) Jual beli majhul yang dilarang adalah jual beli yang dapat menimbulkan pertentangan (munaza’ah) antara pembeli dan penjual. Hukum jual belinya fasid. Apabila tingkat majhulnya kecil sehingga tidak menyebabkan pertentangan, maka jual beli sah (tidak fasid), karena ketidaktahuan ini tidak menghalangi penyerahan dan penerimaan barang, sehingga tercapailah maksud jual beli. f. Jual beli muhaqallah yaitu jual tanaman yang masih diladang atau sawah hal ini dilarang karena adanya sangkaan riba g. Jual beli mukhadharah, yaitu jual beli buah-buahan yang belum pantas unuk dipanen. Seperti jual beli ijon. h. Jual beli mulamasah yaitu jual beli yang dilakukan dnegan sentuh menyentuh barang yang diijual. Contoh anda dating kepasar kemudian menyentuh kain maka anda harus membeli kain itu karena anda telah menyentuhnya. i. Jual beli munabadzah, yaitu jual beli dengan cara lempar melempar. Seperti lemparkan kepada apa yang ada padamu nanti aku juga akan melemparkan yang ada padaku. Jira dilakukan maka terjadilah jual belai. Jual beli ini dilarnag karena terdapat maysir dan gharar. j. Jual beli zabanah, yaitu jual beli buah yang masih basah dengan buah yang sudah kering. Seperti mensual padi kering dengan padi yang maíz basah. k. Jual beli two in one yaitu jual beli dengan menentukan dua harga unuk satu barang l. Jual beli bersyarat yaitu jual beli dimana barang akan dijual apabila ada hal lain sebagi syarat. Seperti saya jual barang ini padamu jira kamu jual jammu padaku. E. Jual beli yang dilarang oleh syara tapi sah hukumnya 1. hadar libad: yaitu menemui orang orang desa sebelum mereka masuk pasar, dan membeli benda bendanya dengan harga yang semurah-murahnya sebelum mereka tahu harga psaran, kemudian mensual anegan harga yang setinggi tingginya. Perbuatan ini sering terjadi dipsar yang berlokasi diperbatasan daerah. Rosulullah SAW bersabda: tidak boeh menjual orang hadir barang orang dusun (HR bukhari muslim) 2. talaqqi rubban Praktek ini adalah sebuah perbuatan seseorang dimana dia mencegat orang-orang yang membawa barang dari desa dan membeli barang itu sebelum tiba di pasar. Rasulullah SAW melarang praktek semacam ini dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kenaikan harga. Rasulullah memerintahkan suplay barang-barang hendaknya dibawa langsung ke pasar hingga para penyuplai barang dan para konsumen bisa mengambil manfaat dari adanya harga yang sesuai dan alami.sabda nabi: Janganlah kalian menemui para kafilah di jalan (untuk membeli barang-barang mereka dengan niat membiarkan mereka tidak tahu harga yang berlaku di pasar), seorang penduduk kota tidak diperbolehkan menemui penjual di desa. Dikatakan kepada Ibnu Abbas : “apa yang dimaksud dengan larangan itu?” Ia menjawab:”Tidak menjadi makelar mereka”. (HR.Imam Muslim, Shahih Muslim, Bab Buyu’, Riyadh, Darus Salam, 1998. No hadits 1521 3. menawar barang yang sedang ditawar oleh orang lain. Seperti orang berkata toilklah harga tawaran itu nanti aku yang membeli dengan harga tyang lebih mahal. Sabda Nabi : tidak boleh menawar diatas tawaran saudaranya (HR bukhari dan muslim) 4. jual beli najasy yaitu seseorang menambahkan harga temannya dengan maksud memancing mancing orang agar orang aitua membeli barang kawannya, hal ini dilarang syara’ sabda nabi Rosululllah SAW melrang melakukan jual beli dengan najsy (hR Bukhari muslim) 5. Jual beli hashah (kerikil) ialah jual beli dimana pembeli menggunakan krikil dalam jual beli. Kerikil tersebut dilemparkan kepada berbagai macam barang penjual. Barang yang mengenai suatu barang akan dibeli dan kerika itu terjadilah jual beli. Dari sabda nabi: Dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah saw melarang jual beli hashah dan jual beli gharar. Jual beli hashah ini juga termasuk gharar, karena sifatnya spekulatif. Praktek ini di zaman sekarang banyak terdapat di pusat hiburan. • Ditinjau dari cara bayarnya: Jual beli sah menurut syafi’iyah; a. jual beli barang yang nyata dilihat b. Jual beli barang dengan menyebutkan sifat-sifatnya dalam jaminan yang disbut dengan salam. c. Jual beli sharf yaitu jual uang dengan satu sama lainnya baik sejenis atau bukan. Jika sejenis syaratnya adalah langsung tunia timbnagan sama dan sama barnag yang ditukarnyaaaaaa. Bila tidak sejenis berlaku dua syarat langsung dan timbngan sama. d. Jual beli murabahah yaitu jual beli barang seprti harga sal dengan keuntungan tertentu e. Jual beli isyrak yaitu jual beli bersama. Seperti saya berbagi denganmu dalam akad ini, sepertiga apa yang saya beli. f. Jual beli muhathah yaitu jual beli dengan harga asli dan ditambah diskon. Seperti saya jual ini seperti harga aslinya dan saya turunkan harganya satu dirham unuk setiap sepuluhnya. g. Jual beli tawliyah yaitu jual beli tidak untung dan tidak rugi dan keduanya tahu harga asli. Seperti saya jual ini kepadamu seperti harga beli. h. Jual beli barter. i. Jual beli dengan syarat dan khiyar. Akan dijelaskan nanti j. Jual beli dengan syarat bebas cacat. • Khiyar dalam jual beli Dalam jual beli menurut agama islam dibolehkan memilih, apakah akan meneruskan jaul beli atau membatalkannya. Disebabkan terjadinya sesuatu: ada tiga khiyar yaitu: a. khiyar majelis; yaitu penjual dan pembeli boleh memilih akan meneruskan jual beli atau membatalkannya selama keduanya masih ada dalam satu tempat. Khiyar majelis boleh dilakukan dalam jual beli sesuai dengan sabda nabi: Penjual dan pembeli boleh khiyar selama belum berpisah (HR bukhari muslim). Bila keduanya telah berpisah dari teampta akad maka khiyar majelis tidak berlaku lagi. b. Khiyar syarat; yaitu penjualan yang didalamnnya disyaratkan sesuautu baik oleh penjual atau pembeli. Seperti seseoarnag berkata: saya jual harga rumah ini seharga 100.000.000. dengan syarat khiyar tiga hari. Sabda Nabi; kamu boleh berkhiyar pad setiap ebnda yang telah dibeli selama tiga malam (HR baihaqi) c. Khiyar aib; yaitu dalam jual beli ini disyaratkan kesempurnaan benda-benda yang dibeli. Seperti : saya beli mobil itu dengan seharga sekian bila mobil cacat akan saya kembalikan. • Berselisih dalam jual beli Penjual dan pembeli melakukan jual beli hendaknya berlaku jujur, terus terang, dan mengatakan yang sbenarnya, maka jangan berdusta dan jangan bersumpah dusta. Sebab bisa menghilangkan berkah jual beli. Pedagang yang jujur dan benar sesuai dengan ajaran nabi akan didekatkan dengan para nabi, para sahabat dan orang orang mati syahid pada hari kiamat. Bila antar apenjual dan pembeli berselisih pendapat dalm suatu benda yang diperjualbelikan, maka yang dibenarkan adalah kata-kata yang punya barang. Bila keduanya tiodak ada saksi dan bukti lainnya. Sabda nabi : bila penjual dan pembeli berselisih antara keduanya tak ada saksi maka yang dibenarkan adlah perkataan yang punya barang atau dibatalkan (HR. Abu Dawud) • Badan perantara (samsarah) Badan perantara dalam jual beli disbut dnegan simsar yaitu seseorang yang menjualkan barang oarang lain atas dasar bahwa seseoarnag itu akan diberi upah oleh yang punya barang sesuai dengan usahanya, dalam satu keteangan dijelskan: Dari ibnu abbas RA dalam perkara simsaria bekata: tidak apa apa kaalu seseorang berkata; juallah ini dengan harga sekian, lebih dari penjualan harga itu adalah untuk rngkau ( HR bukhari) Kelebihan yang dinyatakan dalam keteangan diatas adalah harga yang lebih dari harga yang telah ditetapkan penjual barang itu, dan kelebihan barang setelah dijual menurut harga yang telah ditentukan oleh yang punya barang tersebut. Orang yang menjadi simsar dinamakan komisioner, makelar, agen tergantung persyaratan persyaratan menurut hukum dagang yang berlakudewas ini. Berdagang dengan simsar dibolehkan dalam agama selama tidak mengandung gharar dari satu terhadapa yangn alinnya. F. Jual Beli sistem Ijon Ijon atau dalam bahasa Arab dinamakan mukhadlaroh, yaitu memperjual belikan buah-buahan atau biji-bijian yang masih hijau. Atau dalam buku lain dinamakan al-Muhaqalah yaitu menjual hasil pertanian sebelum tampak atau menjualnya ketika masih kecil. Dari pengertian di atas tampak adanya pembedaan antara menjual buah atau biji-bijian yang masih di dahan tetapi sudah tampak wujud baiknya dan menjual buah atau biji-bijian yang belum dapat dipastikan kebaikannya karena belum kelihatan secara jelas wujud matang atau kerasnya. G. Pendapat Para Fuqaha Sebelum madzhab sepakat bahwasanya jual beli buah-buahan atau hasil pertanian yang masih hijau, belum nyata baiknya dan belum dapat dimakan adalah salah satu diantara barang-barang yang terlarang untuk diperjual-belikan. Hal ini merujuk pada Hadits Nabi yang disampaikan oleh Anas ra : نَهى رَسُوْلُ اللهِ ص. م عَنِِِ الْمُحَا قَلَةِ وَاْلمُخَا ضَرَةِ وَاْلمُلاَ مَسَةِ وَاْلمُنَا بَزَةِ وَاْلمُزَابَنَةِ (رواه البخارى) “Rasulullah Saw melarang muhaqalah, mukhadlarah (ijonan), mulamasah, munabazah, dan muzabanah”. (HR. Bukhari) Ibnu Umar juga memberitakan : نَهى رَسُوْلُ اللهِ ص. م عَنْ بَيْعَ الثِّمَارِحَتَّى يَبْدُ وَصَلاَ حُهَانَهَىالبَا ئِعَ وَاْلمُبْتَاعَ (متفق عليه) “Rasulullah Saw telah melarang buah-buahan sebelum nyata jadinya. Ia larang penjual dan pembeli ”. (Muttafaq alaih) Para fuqaha berbeda pendapat mengenai jual beli di atas pohon dan hasil pertanian di dalam bumi. Hal ini karena adanya kemungkinan bentuk ijon yang didasarkan pada adanya perjanjian tertentu sebelum akad. Imam Abu Hanifah atau fuqaha Hanafiyah membedakan menjadi tiga alternatif hukum sebagai berikut : a. Jika akadnya mensyaratkan harus di petik maka sah dan pihak pembeli wajib segera memetiknya sesaat setelah berlangsungnya akad, kecuali ada izin dari pihak penjual. b. Jika akadnya tidak disertai persyaratan apapun, maka boleh. c. Jika akadnya mempersyaratkan buah tersebut tidak dipetik (tetap dipanen) sampai masak-masak, maka akadnya fasad. Sedang para ulama berpendapat bahwa mereka membolehkan menjualnya sebelum bercahaya dengan syarat dipetik. Hal ini didasarkan pada hadits nabi yang melarang menjual buah-buahan sehingga tampak kebaikannya. Para ulama tidak mengartikan larangan tersebut kepada kemutlakannya, yakni larangan menjual beli sebelum bercahaya. Kebanyakan ulama malah berpendapat bahwa makna larangan tersebut adalah menjualnya dengan syarat tetap di pohon hingga bercahaya. Jumhur (Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah) berpendapat, jika buah tersebut belum layak petik, maka apabila disyaratkan harus segera dipetik sah. Karena menurut mereka, sesungguhnya yang menjadi halangan keabsahannya adalah gugurnya buah atau ada serangan hama. Kekhawatiran seperti ini tidak terjadi jika langsung dipetik. Sedang jual beli yang belum pantas (masih hijau) secara mutlak tanpa persyaratan apapun adalah batal. Pendapat-pendapat ini berlaku pula untuk tanaman lain yang diperjual belikan dalam bentuk ijon, seperti halnya yang biasa terjadi di masyarakat kita yaitu penjualan padi yang belum nyata keras dan dipetik atau tetap dipohon, kiranya sama-sama berpangkal pada prinsip menjauhi kesamaran dengan segala akibat buruknya. Namun analisa hukumnya berbeda. Menurut hemat penulis, penulis sepakat dengan jual beli sistem ijon, dengan alasan bahwa tidak semua yang masih samar itu terlarang. Sebagian barang ada yang tidak dapat dilepaskan dari kesamaran. H. Hikmah Larangan Menjual Buah Yang Masih Hijau Latar belakang timbulnya larangan menjual buah yang belum nyata baiknya adalah adanya hadits yang diriwayatkan dari Zaid bin Tsabil r.a “adalah di masa Rasulullah Saw, manusia menjual beli buah-buahan sebelum tampak kebaikannya. Apabila manusia telah bersungguh-sungguh dan tiba saatnya pemutusan perkara mereka, maka berkatalah si pembeli “masa telah menimpa buah-buahan, telah menimpanya apa yang merusakannya”. Mereka menyebutkan cacat-cacat berupa kotoran dan penyakit ketika mereka semakin banyak bertengkar dihadapan Nabi Saw, maka beliau pun berkata “janganlah kamu menjual kurma sehingga tampak kebaikannya (matang)”. Apabila kita perhatikan latar belakang larangan tersebut, maka hikmah yang dapat kita ambil adalah : 1. Mencegah timbulnya pertengkaran (mukhashamah) akibat kesamaran. 2. Melindungi pihak pembeli, jangan sampai menderita kerugian akibat pembelian buah-buahan yang rusak sebelum matang. 3. Memelihara pihak penjual jangan sampai memakan harta orang lain dengan cara yang bathil, sehubungan dengan pesan Rasulullah Saw : لَوْبِعْتَ مِنْ اَحِيْكَ ثَمَرًا فَأَ صَابَتْهُ حَائِجَةٌ, فَلاَ يَحِلُّ لَكَ أَنْ تَأْ خُذَ مِنْهُ شَيْأً, بِمَا تَاءْ خُذُ مَالَ اضَحِيْكَ بِغَيْرِ حَقٍّ ؟ (رواه مسلم) Jika engkau jual kepada saudaramu buah lalu ditimpa bahaya, maka tidak boleh engkau ambil daripadanya sesuatu. Dengan jalan apa engkau mengambil harta saudaramu degan tidak benar?”. (HR. Muslim) 4. Menghindarkan penyesalan dan kekecewaan pihak penjual jika ternyata buah muda yang di jual dengan harga murah itu memberikan keuntungan besar kepada pembeli setelah buah itu matang dengan sempurna. Hukum yang telah ditetapkan oleh fuqaha ini, tidak berlaku untuk buah atau tanaman yang memang bisa dimanfaatkan atau di makan ketika masih hijau seperti misalnya : jagung, mangga, pepaya, dan tanaman lain yag masanya di petik sesudah matang, tetapi bisa juga di petik waktu muda untuk dinikmati dengan cara-cara tertentu. Jika buah ini memang dimaksudkan dengan jelas untuk di makan selagi muda, tidak mengandung kesamaran (gharar) tidak ada unsur penipuan yang mengandung pertengkaran dikemudian hari, serta tidak mengakibatkan resiko, sehingga tidak memakan harta orang lain dengan cara yang bathil, hukumnya sama dengan buah yang sudah nampak baiknya. BAB III KESIMPULAN Pada intinya penjual ijon dalam seluruh madzhab adalah tidak diperbolehkan, karena pada dasarnya permasalahan ini sudah jelas nass hukum yang berupa hadits Rasulullah Saw. Hal ini karena permasalahan jual beli ijon sudah ada sejak zaman Rasulullah dan bukan masalah kontemporer meskipun prakteknya masih terus berlaku sampai sekarang. Perbedaan pendapat yang terjadi pada para fuqaha, sebenarnya berpangkal pada prinsip yang sama, yaitu sama-sama menjauhi kesamaran dengan segala akibat buruknya. Namun analisa hukumnya yang berbeda. Abu Hanifah atau Imam hanafiyah membolehkan menjual buah-buahan yang masih hijau dengan syarat dipetik, dan tidak membolehkan yang tetap berada di pohon dengan alasan karena penjualan mengharuskan diserahkan. Sedang jumhur dan ulama membolehkan dengan syarat dipetik dengan alasan menghilangkan dari adanya kerusakan atau adanya serangan hama yang biasanya terjadi pada buah-buahan sebelum buah bercahaya. Pada intinya pelarangan jual beli ijon yang tetap berada di pohon adalah menghindarkan kesamaran (gharar), menghilangkan penipuan yang mengandung pertengkaran dikemudian hari, serta tidak mengakibatkan resiko sehingga terhindar dari memakan harta orang lain dengan cara bathil. DAFTAR PUSTAKA http://luqmannomic.wordpress.com/2008/05/22/jual-beli-islami/,tgl 09 oktober 2011 http://makalah-ibnu.blogspot.com/2008/10/jual-beli-ijon-secara-syari.html, 09 oktober 2011 http://pengusahamuslim.com/baca/artikel/1056/pengertian-jual-beli-//,tgl 09 oktober 2011