Kamis, 11 Februari 2010

SEMINAR PROPOSAL PENELITIAN TUGAS AKHIR PENYELESAIAN STUDI PROGRAM DOKTOR

Seminar Proposal
PENELITIAN TUGAS AKHIR PENYELESAIAN STUDI PROGRAM DOKTOR
Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif HIdayatullah Jakarta
1431 H / 2010 M

DISKURSUS MUNASABAH AL-QUR’AN DALAM TAFSIR AL-MISHBAH: UPAYA KONTEKSTUALISASI PENAFSIRAN ALQURAN DI INDONESIA
HASANI AHMAD SYAMSURI
NIM. 08.3.00.1.05.01.0016

Identifikasi Masalah
Tafsir Alquran di Indonesia merupakan respons atas anomali perilaku masyarakat pada ranah implementasinya. Oleh karenanya, Munasabah Alquran ini diharapkan dapat mengkontekstualisasikan wacana masyarakat ke arah yang lebih baik (social engineering) sesuai yang diharapkan;
Hampir lima belas abad pasca Alquran diturunkan pembaruan dan ijtihad dalam mengkontekstualisasikan wacana umat belum menunjuk pada hasil yang diharapkan. Belum optimalnya fungsi Ulum Alquran sebagai alat bantu memahami Alquran, khususnya ‘Ilm al-Munasabah ini boleh jadi disebabkan oleh kebuntuan pemahaman/ijtihad sendiri (substansi Ilmu alquran, perangkat penafsiran, pemahaman mufassir, dan sebagainya) maupun dari pihak masyarakatnya sendiri (ulama konservatif, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya).


Kesimpulan Besar
Yang menjadi kesimpulan besar fokus studi ini adalah mengenai eksistensi munasabah itu penting dalam konteks memahami Alquran secara kemperehensif/holistik

Wacana Akademik
Pertama, pihak yang menyatakan bahwa memastikan adanya pertalian erat antara surat dengan surat dan antara ayat dengan ayat, dengan kata lain, perlu adanya munâsabah. . (al-Naisaburi, Al-Biqa’I, al-Suyuthi, al-Zakasyi, al-Syatibi, Nasr Hamid Abu Zaid, Fazlurrahman, MM. A’dzami, M. Abduh, M. Syaltut,, dll)
Kedua, golongan atau pihak yang menganggap bahwa tidak perlu adanya munâsabah ayat. Ayau paling tidak golongan kedua menyangsikan adanya munasabah. (Salwa M.S. El-Awa, W. Montgomery Watt, Richard Bell, dll)

Posisi Studi ini ?
Studi ini menolak disertasi Salwa M.S. El-Awa, Montgomery Watt yang menunjukkan dengan jelas ketidaktersambungan (munasabah) ayat, tema, surat dalam Alquran. Studi ini menguatkan pendapat Nasr hamid Abu Zaid, Syahrur, Fazlurrahman, dll sebagai sarjana kontemporer yang selama ini di cap liberal. Akan tetapi kajian mereka bersepakat terhadap kajian munasabah.

Metodologi
Menggunakan sumber primer dan skunder
Sumber primernya adalah Tafsir Al-Mishbah, dikaji dengan pendekatan Ilmu munasabah, dikaitkan dengan tema-tema kontekstual
Sedang sumber skunder adalah buku-yang berkaitan denga tulisan Quraish Shihab maupun karya orang lain yang masih ada kaitannya dengan kajian.
Permasalahan utama akan didekati melalui sudut pendekatan Kepustakaan (library research, Deskriptif –Analisis isi (content analysis), pendekatan sejarah (historical approach).
Laporan penelitian ditulis secara naratif-analitis.

Sumber dan Cara Baca
SUMBER DATA
Wawancara mendalam (indepth interview);
Studi dokumentasi; Diskusi terfokus (FGD);
Studi literatur yang relevan.

STRATEGI ANALISA
Pertama, pemetaan dan kategorisasi data. Data atau informasi yang dikumpulkan terlebih dahulu dipetakan, yang pada akhirnya menghasilkan pengelompokan yang sesuai dengan pembabakan data yang telah dirancang.
Kedua, kontekstualisasi data atau informasi yang berangkat dari kategorisasi yang sudah dilakukan. Peneliti akan menganalisis untuk memahami data dalam konteksnya dengan menggunakan pelbagai metode guna mengidentifikasi hubungan antara unsur-unsur data yang berbeda.

“ Wa Allâh a’lam bi al-shawâb ”
TERIMAKASIH
Sekian ya!

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2009 TENTANG DOSEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 37 TAHUN 2009
TENTANG
DOSEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 47 ayat (3),
Pasal 51 ayat (2), Pasal 53 ayat (4), Pasal 55 ayat (4),
Pasal 56 ayat (2), Pasal 57 ayat (3), Pasal 61 ayat (2),
Pasal 62 ayat (2), Pasal 63 ayat (2), Pasal 64 ayat (2),
Pasal 74 ayat (5), dan Pasal 76 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Dosen;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4586);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG DOSEN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Dosen . . .
- 2 -
1. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan
dengan tugas utama mentransformasikan,
mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni melalui
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat.
2. Dosen tetap adalah dosen yang bekerja penuh
waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik
tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu.
3. Satuan pendidikan tinggi adalah kelompok layanan
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan
pada jenjang pendidikan tinggi.
4. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat
pendidik untuk dosen.
5. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai
pengakuan yang diberikan kepada dosen sebagai
tenaga profesional.
6. Gaji adalah hak yang diterima oleh dosen atas
pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan tinggi
atau Satuan Pendidikan Tinggi dalam bentuk
finansial secara berkala sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
7. Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan tinggi
yang dapat menyelenggarakan program akademik,
profesi, dan/atau vokasi.
8. Satuan kredit semester yang selanjutnya disingkat
SKS adalah beban belajar mahasiswa dan beban
pembelajaran dosen dalam sistem kredit semester.
9. Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama
adalah perjanjian tertulis antara dosen dengan
penyelenggara pendidikan tinggi atau Satuan
Pendidikan Tinggi yang memuat syarat-syarat kerja
serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip
kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
10. Pemerintah . . .
- 3 -
10. Pemerintah adalah pemerintah pusat.
11. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
12. Masyarakat adalah kelompok warga negara
Indonesia nonpemerintah yang mempunyai
perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
13. Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau
terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat
adat yang terpencil; daerah perbatasan dengan
negara lain; daerah yang mengalami bencana alam,
bencana sosial, atau daerah yang berada dalam
keadaan darurat lain.
14. Departemen adalah departemen yang menangani
urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan
nasional.
15. Menteri adalah menteri yang menangani urusan
pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
SERTIFIKASI
Pasal 2
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan
memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan
pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
Pasal 3
Sertifikat pendidik untuk dosen diberikan setelah
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memiliki . . .
- 4 -
a. memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada
perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun;
b. memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya
asisten ahli; dan
c. lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan
tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan
tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 4
(1) Sertifikasi pendidik untuk dosen dilaksanakan
melalui uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat
pendidik.
(2) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dalam bentuk penilaian
portofolio.
(3) Penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) merupakan penilaian pengalaman
akademik dan profesional dengan menggunakan
portofolio dosen.
(4) Penilaian portofolio dosen sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilakukan untuk menentukan
pengakuan atas kemampuan profesional dosen,
dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan
dokumen yang mendeskripsikan:
a. kualifikasi akademik dan unjuk kerja tridharma
perguruan tinggi;
b. persepsi dari atasan, sejawat, mahasiswa dan
diri sendiri tentang kepemilikan kompetensi
pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian;
dan
c. pernyataan diri tentang kontribusi dosen yang
bersangkutan dalam pelaksanaan dan
pengembangan tridharma perguruan tinggi.
(5) Dosen . . .
- 5 -
(5) Dosen yang lulus penilaian portofolio sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) mendapat sertifikat
pendidik.
(6) Dosen yang tidak lulus penilaian portofolio
melakukan kegiatan-kegiatan pengembangan
profesionalisme guna memenuhi kelengkapan
dokumen portofolionya untuk dinilai kembali dalam
program sertifikasi periode berikutnya.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi
pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sampai dengan ayat (6) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 5
(1) Sertifikasi pendidik untuk dosen diselenggarakan
oleh perguruan tinggi terakreditasi yang
menyelenggarakan program pengadaan tenaga
kependidikan yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Penyelenggara sertifikasi pendidik untuk dosen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
berdasarkan pada kriteria memiliki program studi
yang relevan dan/atau satuan pendidikan tinggi
yang terakreditasi A.
(3) Dalam hal kriteria sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) belum terpenuhi, Menteri dapat
menentukan kriteria lain yang diperlukan untuk
penetapan perguruan tinggi sebagai penyelenggara
sertifikasi pendidik untuk dosen.
(4) Jumlah peserta sertifikasi pendidik untuk dosen
setiap tahun ditetapkan oleh Menteri.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria perguruan
tinggi penyelenggara sertifikasi pendidik untuk
dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 6 . . .
- 6 -
Pasal 6
Sertifikasi pendidik untuk dosen harus dilakukan secara
objektif, transparan, dan akuntabel.
Pasal 7
Sertifikat pendidik untuk dosen berlaku selama yang
bersangkutan melaksanakan tugas sebagai dosen sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB III
HAK
Bagian Kesatu
Tunjangan Profesi
Pasal 8
(1) Tunjangan profesi diberikan kepada dosen yang
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki sertifikat pendidik yang telah diberi
nomor registrasi dosen oleh Departemen;
b. melaksanakan tridharma perguruan tinggi
dengan beban kerja paling sedikit sepadan
dengan 12 (dua belas) SKS dan paling banyak
16 (enam belas) SKS pada setiap semester
sesuai dengan kualifikasi akademiknya dengan
ketentuan:
1) beban kerja pendidikan dan penelitian
paling sedikit sepadan dengan 9 (sembilan)
SKS yang dilaksanakan di perguruan tinggi
yang bersangkutan; dan
2) beban . . .
- 7 -
2) beban kerja pengabdian kepada masyarakat
dapat dilaksanakan melalui kegiatan
pengabdian kepada masyarakat yang
diselenggarakan oleh perguruan inggi yang
bersangkutan atau melalui lembaga lain;
c. tidak terikat sebagai tenaga tetap pada lembaga
lain di luar satuan pendidikan tinggi tempat
yang bersangkutan bertugas;
d. terdaftar pada Departemen sebagai dosen tetap;
dan
e. berusia paling tinggi:
1) 65 (enam puluh lima) tahun; atau
2) 70 (tujuh puluh) tahun bagi dosen dengan
jabatan profesor yang mendapat
perpanjangan masa tugas sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Menteri dapat menetapkan ketentuan batas usia
lebih tinggi dari 65 (enam puluh lima) tahun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
angka 1) untuk dosen yang:
a. bertugas pada satuan pendidikan tinggi di
daerah khusus;
b. berkeahlian khusus; atau
c. dibutuhkan atas dasar pertimbangan
kepentingan nasional.
(3) Dosen tetap yang mendapat penugasan sebagai
pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan
sampai dengan tingkat jurusan tetap memperolah
tunjangan profesi sepanjang yang bersangkutan
melaksanakan darma pendidikan paling sedikit
sepadan dengan 3 (tiga) SKS di perguruan tinggi
yang bersangkutan.
(4) Menteri . . .
- 8 -
(4) Menteri dapat menetapkan persyaratan pemberian
tunjangan profesi yang berbeda dari ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3),
untuk pemegang sertifikat pendidik yang bertugas:
a. pada program pendidikan di daerah khusus;
atau
b. sebagai pengampu bidang keahlian khusus.
(5) Tunjangan profesi bagi dosen dialokasikan melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Bagian Kedua
Tunjangan Khusus
Pasal 9
(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah atau
penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan masyarakat
dan ditugaskan oleh Pemerintah pada perguruan
tinggi di daerah khusus berhak memperoleh
tunjangan khusus yang ditanggung oleh
Pemerintah.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara.
(3) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan kepada dosen hanya apabila yang
bersangkutan melaksanakan kewajibannya sebagai
dosen sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Penetapan dan rincian kewajiban sebagai dosen,
serta evaluasi secara periodik mengenai tunjangan
khusus di daerah khusus diatur dengan Peraturan
Menteri.
Bagian Ketiga . . .
- 9 -
Bagian Ketiga
Tunjangan Kehormatan
Pasal 10
(1) Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan
kepada profesor yang diangkat oleh penyelenggara
pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi
setara 2 (dua) kali gaji pokok profesor yang
diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja,
dan kualifikasi yang sama.
(2) Penyelenggara pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mencakup Pemerintah dan
masyarakat.
(3) Satuan pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mencakup satuan pendidikan tinggi
yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan satuan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
masyarakat.
(4) Tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan kepada profesor yang
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki sertifikat pendidik yang telah diberi
nomor registrasi dosen oleh Departemen;
b. melaksanakan tridharma perguruan tinggi
dengan beban kerja paling sedikit sepadan
dengan 12 (dua belas) SKS dan paling banyak
16 (enam belas) SKS pada setiap semester
sesuai dengan kualifikasi akademiknya dengan
ketentuan:
1) beban kerja pendidikan dan penelitian
paling sedikit sepadan dengan 9 (sembilan)
SKS yang dilaksanakan di perguruan tinggi
yang bersangkutan; dan
2) beban . . .
- 10 -
2) beban kerja pengabdian kepada masyarakat
dapat dilaksanakan melalui kegiatan
pengabdian kepada masyarakat yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang
bersangkutan atau melalui lembaga lain;
c. tidak terikat sebagai tenaga tetap pada lembaga
lain di luar satuan pendidikan tinggi tempat
yang bersangkutan bertugas;
d. terdaftar pada Departemen sebagai dosen tetap;
dan
e. berusia paling tinggi:
1) 65 (enam puluh lima) tahun; atau
2) 70 (tujuh puluh) tahun bagi dosen dengan
jabatan profesor yang mendapat
perpanjangan masa tugas sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Profesor yang mendapat penugasan sebagai
pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan
sampai dengan tingkat jurusan, program studi,
atau nama lain yang sejenis, memperoleh
tunjangan kehormatan sepanjang yang
bersangkutan melaksanakan dharma pendidikan
paling sedikit sepadan dengan 3 (tiga) SKS di
perguruan tinggi yang bersangkutan.
(6) Tunjangan kehormatan profesor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dialokasikan melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan
kehormatan profesor diatur dengan Peraturan
Menteri.
Bagian Keempat . . .
- 11 -
Bagian Keempat
Kesetaraan Tunjangan
Pasal 11
(1) Tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan
tunjangan kehormatan bagi dosen tetap yang
bukan pegawai negeri sipil diberikan sesuai dengan
kesetaraan tingkat, masa kerja, dan kualifikasi
yang berlaku bagi dosen pegawai negeri sipil.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kesetaraan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Bagian Kelima
Maslahat Tambahan
Pasal 12
(1) Pemerintah menjamin terwujudnya maslahat
tambahan kepada dosen yang diangkat oleh
Pemerintah, penyelenggara pendidikan tinggi atau
satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
masyarakat.
(2) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan dengan prinsip penghargaan atas
dasar prestasi.
(3) Prestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi keunggulan dalam:
a. menghasilkan mahasiswa berprestasi
akademik atau nonakademik di tingkat
nasional dan/atau internasional;
b. mengarang atau menyusun naskah buku yang
diterbitkan oleh lembaga resmi;
c. menghasilkan karya kreatif atau inovatif yang
diakui baik pada tingkat daerah, nasional
dan/atau internasional;
d. memperoleh . . .
- 12 -
d. memperoleh hak atas kekayaan intelektual;
e. memperoleh penghargaan di bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan/atau
olahraga;
f. menghasilkan karya tulis yang diterbitkan di
jurnal nasional yang terakreditasi dan/atau
jurnal yang mempunyai reputasi internasional;
g. menjalankan tugas dan kewajiban sebagai
dosen dengan dedikasi yang baik; atau
h. menghasilkan capaian kinerja melampaui
target yang ditetapkan Satuan Pendidikan
Tinggi.
(4) Pemberian setiap bentuk maslahat tambahan
diprioritaskan kepada dosen yang belum
memperoleh maslahat tambahan.
(5) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dapat diberikan kepada dosen
yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki sertifikat pendidik yang telah diberi
nomor registrasi dosen oleh Departemen;
b. melaksanakan tridharma perguruan tinggi
dengan beban kerja paling sedikit sepadan
dengan 12 (dua belas) SKS dan paling banyak
16 (enam belas) SKS pada setiap semester
sesuai dengan kualifikasi akademiknya dengan
ketentuan:
1) beban kerja pendidikan dan penelitian
paling sedikit sepadan dengan 9 (sembilan)
SKS yang dilaksanakan di perguruan tinggi
yang bersangkutan; dan
2) beban . . .
- 13 -
2) beban kerja pengabdian kepada masyarakat
dapat dilaksanakan melalui kegiatan
pengabdian kepada masyarakat yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang
bersangkutan atau melalui lembaga lain;
c. tidak terikat sebagai tenaga tetap pada
lembaga lain di luar satuan pendidikan tinggi
tempat yang bersangkutan bertugas; dan
d. berusia paling tinggi:
1) 65 (enam puluh lima) tahun; atau
2) 70 (tujuh puluh) tahun bagi dosen dengan
jabatan profesor yang mendapat
perpanjangan masa tugas.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
penilaian prestasi dosen sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditetapkan oleh satuan pendidikan
tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 13
Maslahat tambahan diperoleh dalam bentuk:
a. tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan,
beasiswa, dan penghargaan bagi dosen;
b. kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi
putra-putri dosen, pelayanan kesehatan, atau
bentuk kesejahteraan lain.
Pasal 14
Menteri dapat menetapkan persyaratan pemberian
maslahat tambahan yang berbeda dari ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 untuk dosen
yang bertugas di daerah khusus atau sebagai pengampu
bidang keahlian khusus.
Pasal 15 . . .
- 14 -
Pasal 15
(1) Pemerintah memberikan maslahat tambahan yang
berbentuk dana bagi dosen, baik yang diangkat
oleh Pemerintah maupun penyelenggara pendidikan
tinggi atau satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan masyarakat dan dialokasikan
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Pemerintah daerah dapat membantu maslahat
tambahan bagi dosen, baik yang diangkat oleh
Pemerintah maupun penyelenggara pendidikan
tinggi atau satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan masyarakat dan dialokasikan
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pasal 16
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
memberikan maslahat tambahan dalam bentuk
kesejahteraan lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 huruf b sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan
pendidikan tinggi dapat memberikan maslahat
tambahan dalam bentuk kesejahteraan lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b.
Bagian Keenam
Promosi
Pasal 17
(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen
berhak mendapatkan promosi sesuai dengan
prestasi kerja.
(2) Promosi . . .
- 15 -
(2) Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi kenaikan pangkat dan/atau kenaikan
jenjang jabatan akademik.
Pasal 18
(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat
ditempatkan pada jabatan struktural di luar
perguruan tinggi.
(2) Penempatan pada jabatan struktural sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah
dosen yang bersangkutan bertugas sebagai dosen
paling sedikit selama 8 (delapan) tahun.
(3) Selama menempati jabatan struktural sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dosen yang bersangkutan
kehilangan haknya untuk memperoleh tunjangan
profesi, tunjangan fungsional, tunjangan
kehormatan, tunjangan khusus, dan maslahat
tambahan.
(4) Dosen yang ditempatkan pada jabatan struktural,
dibebaskan sementara dari jabatannya apabila
ditugaskan secara penuh di luar jabatan dosen.
(5) Dosen yang ditempatkan pada jabatan struktural
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
ditugaskan kembali sebagai dosen dan
mendapatkan hak-hak dosen sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Hak-hak dosen yang ditugaskan kembali
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang berupa
tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan
khusus, dan/atau tunjangan kehormatan diberikan
sebesar tunjangan dalam pangkat dan golongan
terakhir pada jabatan sebagai dosen sebelum
menempati jabatan struktural.
Bagian Ketujuh . . .
- 16 -
Bagian Ketujuh
Penghargaan
Pasal 19
(1) Dosen yang melaksanakan tugas keprofesionalannya
berhak mendapatkan penghargaan.
(2) Dosen yang mendapat penghargaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan
dosen berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau
bertugas di daerah khusus.
(3) Dosen berprestasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) merupakan dosen yang:
a. menghasilkan mahasiswa berprestasi akademik
atau non-akademik di tingkat nasional
dan/atau internasional;
b. mengarang atau menyusun naskah buku yang
diterbitkan oleh lembaga resmi;
c. menghasilkan karya kreatif atau inovatif yang
diakui baik pada tingkat daerah, nasional
dan/atau internasional;
d. memperoleh hak atas kekayaan intelektual;
e. memperoleh penghargaan di bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan/atau
olahraga;
f. menghasilkan karya tulis yang diterbitkan di
jurnal nasional yang terakreditasi dan/atau
jurnal yang mempunyai reputasi internasional;
g. menjalankan tugas dan kewajiban sebagai
dosen dengan dedikasi yang baik; atau
h. menghasilkan capaian kinerja melampaui target
yang ditetapkan satuan pendidikan tinggi.
(4) Dosen . . .
- 17 -
(4) Dosen berdedikasi luar biasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) merupakan dosen yang
menjalankan tugasnya dengan komitmen,
pengorbanan waktu, tenaga, dan pikiran yang jauh
melampaui tuntutan tanggung jawab yang
ditetapkan dalam penugasan.
Pasal 20
(1) Penghargaan kepada dosen dapat diberikan dalam
bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa,
finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan
lain.
(2) Penghargaan tanda jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diberikan kepada dosen yang
memiliki pengabdian dan kesetiaan terhadap
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai dosen
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Penghargaan kenaikan pangkat istimewa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diberikan kepada dosen yang memiliki prestasi dan
dedikasi luar biasa paling banyak 2 (dua) kali
selama masa kariernya sebagai dosen.
(4) Penghargaan kenaikan pangkat istimewa dapat
diberikan kepada dosen yang bertugas di daerah
khusus dan melaksanakan tugasnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan untuk
1 (satu) kali selama masa kariernya sebagai dosen.
(5) Penghargaan . . .
- 18 -
(5) Penghargaan dalam bentuk finansial, piagam,
dan/atau bentuk penghargaan lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada
dosen yang memiliki prestasi yang diakui oleh
satuan pendidikan tinggi, bupati atau walikota,
gubernur, Menteri, dan Presiden.
(6) Penghargaan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan
pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau
bentuk penghargaan lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diberikan oleh pemimpin
satuan pendidikan tinggi, bupati atau walikota,
gubernur, Menteri, dan Presiden.
(7) Pemerintah memberi penghargaan purnabakti bagi
dosen yang menjelang pensiun berupa tunjangan
purnabakti sebesar 5 (lima) kali gaji pokok.
(8) Penghargaan kepada dosen dapat diberikan dalam
rangka memperingati ulang tahun kemerdekaan
Republik Indonesia, ulang tahun provinsi, ulang
tahun kabupaten atau kota, ulang tahun satuan
pendidikan tinggi, hari pendidikan nasional,
dan/atau hari besar lain.
(9) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diberikan oleh masyarakat.
(10) Ketentuan mengenai bentuk dan pemberian
penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sampai dengan ayat (8) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 21
(1) Dosen yang gugur dalam melaksanakan tugas di
daerah khusus mendapat penghargaan.
(2) Penghargaan . . .
- 19 -
(2) Penghargaan kepada dosen yang gugur
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan
pendidikan tinggi.
(3) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib
menyediakan biaya pemakaman, termasuk biaya
perjalanan untuk pemakaman dosen yang gugur
dalam melaksanakan tugas keprofesionalan sebagai
dosen.
Bagian Kedelapan
Perlindungan dalam Melaksanakan Tugas
dan Hak atas Kekayaan Intelektual
Pasal 22
(1) Dosen berhak mendapat perlindungan dalam
melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan
jaminan keselamatan dari Pemerintah, pemerintah
daerah, penyelenggara pendidikan tinggi atau
satuan pendidikan tinggi, organisasi profesi,
dan/atau masyarakat sesuai dengan
kewenangannya.
(2) Rasa aman dan jaminan keselamatan dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diperoleh melalui perlindungan hukum,
perlindungan profesi, dan perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja.
Pasal 23 . . .
- 20 -
Pasal 23
(1) Dosen berhak mendapatkan perlindungan hukum
dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan
diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil
dari pimpinan perguruan tinggi, mahasiswa, orang
tua mahasiswa, masyarakat, birokrasi, dan/atau
pihak lain.
(2) Dosen berhak mendapatkan perlindungan profesi
terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan
dalam menyampaikan pandangan, pelecehan
terhadap profesi, dan pembatasan atau pelarangan
lain yang dapat menghambat dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalannya.
(3) Dosen berhak mendapatkan perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja dari
penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan
pendidikan tinggi terhadap risiko gangguan
keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada
waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan
kerja, dan/atau risiko lain.
Pasal 24
(1) Dalam rangka kegiatan akademik, dosen mendapat
perlindungan untuk menggunakan data dan
sumber yang dikategorikan terlarang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kegiatan akademik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan kegiatan pelaksanaan darma
penelitian yang sesuai dengan bidang keahlian
dosen yang bersangkutan.
(3) Penggunaan . . .
- 21 -
(3) Penggunaan data dan sumber yang dikategorikan
terlarang oleh peraturan perundang-undangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan kaidah keilmuan, dengan tetap
menjaga kerahasiaannya, dan tidak menimbulkan
kerugian negara dan/atau pihak lain.
Pasal 25
(1) Dosen memperoleh perlindungan hak atas
kekayaan intelektual sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Hak atas kekayaan intelektual sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi hak cipta, hak
paten, hak merek, hak desain industri, hak rahasia
dagang, dan hak desain tata letak sirkuit terpadu
atas segala bentuk karya akademik dan/atau
profesional.
Bagian Kesembilan
Peningkatan Kompetensi,
Akses Sumber Belajar, Informasi, Sarana dan Prasarana Pembelajaran,
serta Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Pasal 26
(1) Dosen memperoleh kesempatan meningkatkan
kompetensi, akses ke sumber belajar, akses ke
sumber informasi, akses ke sarana dan prasarana
pembelajaran, serta kesempatan melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dari
Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara
pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi,
organisasi profesi, dan/atau masyarakat sesuai
dengan kewenangan masing-masing.
(2) Kesempatan . . .
- 22 -
(2) Kesempatan untuk meningkatkan kompetensi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kesempatan untuk mendapatkan
pendidikan lanjut, mengikuti pendidikan dan
pelatihan, seminar, lokakarya, serta kegiatan lain
yang sejenis.
(3) Kesempatan untuk memperoleh akses sumber
belajar dan informasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mencakup kesempatan untuk
menggunakan sumber-sumber informasi yang
belum terbuka untuk umum dalam rangka
pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
dan/atau olahraga sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Kesempatan untuk melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mencakup kesempatan
untuk memperoleh dan/atau memanfaatkan
sumber daya pendidikan yang dimiliki oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara
pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi,
dan masyarakat.
Pasal 27
(1) Dosen memperoleh akses untuk memanfaatkan
sarana dan prasarana pembelajaran yang
disediakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan
pendidikan tinggi, dan masyarakat.
(2) Dalam memanfaatkan sarana dan prasarana
pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dosen wajib menaati peraturan yang ditetapkan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara
pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi,
dan masyarakat.
Bagian Kesepuluh . . .
- 23 -
Bagian Kesepuluh
Kebebasan Akademik, Kebebasan Mimbar Akademik,
dan Otonomi Keilmuan
Pasal 28
(1) Dosen memiliki kebebasan akademik, kebebasan
mimbar akademik, dan otonomi keilmuan.
(2) Kebebasan akademik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan kebebasan yang dimiliki dosen
untuk melaksanakan kegiatan akademik yang
terkait dengan pendidikan dan pengembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan/atau
olahraga secara mandiri dan bertanggung jawab.
(3) Kebebasan mimbar akademik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berlaku sebagai bagian dari
kebebasan akademik yang memungkinkan dosen
menyampaikan pikiran dan pendapat akademik
dalam forum akademik yang diselenggarakan oleh
satuan pendidikan tinggi, sesuai dengan kaidah
keilmuan, norma, dan nilai, serta dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Otonomi keilmuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan kemandirian dan kebebasan
suatu cabang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya, dan/atau olahraga yang melekat pada
kekhasan atau keunikan cabang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan/atau
olahraga dalam mengungkap, menemukan,
dan/atau mempertahankan kebenaran menurut
paradigma keilmuannya untuk menjamin
pertumbuhan ilmu secara berkelanjutan.
Bagian Kesebelas . . .
- 24 -
Bagian Kesebelas
Pemberian Penilaian dan Penentuan Kelulusan Mahasiswa
Pasal 29
(1) Dosen memiliki kebebasan dalam memberikan
penilaian dan menentukan kelulusan mahasiswa
sesuai dengan kriteria dan prosedur yang
ditetapkan oleh perguruan tinggi dan peraturan
perundang-undangan.
(2) Penilaian dan penentuan kelulusan mahasiswa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
dosen secara objektif, transparan, dan akuntabel.
Bagian Keduabelas
Kebebasan untuk Berserikat dalam Organisasi Profesi
Pasal 30
(1) Dosen memiliki kebebasan untuk berserikat dalam
organisasi profesi atau organisasi profesi keilmuan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Kebebasan untuk berserikat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak mengganggu
pelaksanaan tridharma perguruan tinggi yang
menjadi tanggungjawab keprofesionalan.
Bagian Ketigabelas
Cuti
Pasal 31
(1) Dosen yang diangkat Pemerintah berhak
memperoleh cuti sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Dosen . . .
- 25 -
(2) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara
pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi
yang diselenggarakan masyarakat berhak
memperoleh cuti sesuai dengan perjanjian kerja
atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 32
(1) Selain cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31,
dosen dapat memperoleh cuti untuk studi dan
penelitian atau untuk pengembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan/atau
olahraga dengan tetap memperoleh gaji pokok,
tunjangan yang melekat pada gaji, serta
penghasilan lainnya berupa tunjangan profesi,
tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta
maslahat tambahan yang terkait dengan tugas
sebagai dosen secara penuh.
(2) Cuti untuk studi dan penelitian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh pemimpin
perguruan tinggi kepada dosen yang mempunyai
jabatan fungsional sebagai berikut:
a. asisten ahli atau lektor berhak mendapatkan
cuti 5 (lima) tahun sekali;
b. lektor kepala atau profesor berhak
mendapatkan cuti 4 (empat) tahun sekali.
(3) Studi dan penelitian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi kegiatan:
a. pendidikan nongelar;
b. penelitian;
c. penulisan buku teks;
d. praktik kerja di dunia usaha atau dunia
industri yang relevan dengan tugasnya;
e. pelatihan yang relevan dengan tugasnya;
f. pengabdian kepada masyarakat;
g. magang . . .
- 26 -
g. magang pada satuan pendidikan tinggi lain;
atau
h. kegiatan lain yang sejenis.
(4) Hasil studi dan penelitian sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) harus diwujudkan dalam bentuk
dokumen atau laporan akademik yang
dipertanggungjawabkan dalam forum ilmiah.
(5) Cuti untuk studi dan penelitian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama
6 (enam) bulan.
(6) Pelaksanaan cuti untuk studi dan penelitian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh
penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan
pendidikan tinggi.
BAB IV
WAJIB KERJA DAN IKATAN DINAS
Pasal 33
(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat
memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada
dosen dan/atau warga negara Indonesia lain yang
memenuhi kualifikasi akademik dosen dan
kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai
dosen di daerah khusus di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan situasi luar biasa yang
mengakibatkan kelangkaan dosen di daerah
khusus sehingga proses penyelenggaraan
tridharma perguruan tinggi tidak dapat terlaksana
secara normal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Warga negara yang dapat ditugaskan wajib kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. orang . . .
- 27 -
a. orang yang memiliki kualifikasi akademik
magister atau doktor; atau
b. orang yang memiliki keahlian dengan prestasi
luar biasa dan mendapat pelatihan
kependidikan, yang kesetaraan jabatan
akademiknya ditetapkan oleh penyelenggara
pendidikan tinggi atau satuan pendidikan
tinggi penerima.
(4) Wajib kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan pelaksanaan tugas sebagai dosen
paling lama 2 (dua) tahun.
(5) Penugasan warga negara sebagai dosen dalam
rangka wajib kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
(6) Warga negara yang ditugaskan menjalani wajib
kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
memperoleh tunjangan wajib kerja setara dengan
tunjangan profesi, tunjangan fungsional atau
subsidi tunjangan fungsional, tunjangan khusus,
dan/atau tunjangan kehormatan bagi profesor
selama menjalankan tugas sebagai dosen sesuai
dengan penetapan kesetaraan jabatan akademik.
Pasal 34
(1) Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan dinas
bagi calon dosen untuk memenuhi kepentingan
pembangunan pendidikan nasional atau
kepentingan pembangunan daerah.
(2) Penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan
pendidikan tinggi menetapkan kebijakan dan
pelaksanaan ikatan dinas bagi calon dosen untuk
memenuhi kepentingan penyelenggara pendidikan
tinggi atau satuan pendidikan tinggi yang
bersangkutan.
(3) Ikatan . . .
- 28 -
(3) Ikatan dinas bagi calon dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan dosen pada satuan
pendidikan tinggi dalam rangka memenuhi Standar
Nasional Pendidikan dan peningkatan mutu
penyelenggaraan tridharma perguruan tinggi.
(4) Kebutuhan calon dosen penerima ikatan dinas
didasarkan pada kebutuhan tenaga dosen menurut
bidang keilmuan dan/atau bidang keprofesian
secara nasional.
(5) Ikatan dinas diberikan kepada mahasiswa program
magister atau program doktor sebagai calon dosen
yang memperoleh bantuan biaya pendidikan.
(6) Bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) merupakan biaya investasi dari
penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan
pendidikan tinggi yang mencakup:
a. uang kuliah;
b. uang buku;
c. sarana belajar;
d. uang penelitian;
e. biaya hidup; dan
f. asuransi kesehatan.
(7) Persyaratan penerima ikatan dinas bagi calon
dosen meliputi persyaratan akademik dan nonakademik.
(8) Prosedur rekrutmen penerima ikatan dinas bagi
calon dosen sekurang-kurangnya meliputi seleksi
dan penetapan calon penerima ikatan dinas.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan
prosedur rekrutmen calon dosen penerima ikatan
dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan
ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 35 . . .
- 29 -
Pasal 35
(1) Sebelum memulai pendidikan ikatan dinas, calon
dosen ikatan dinas menandatangani:
a. pernyataan tertulis tentang kesediaannya untuk
diangkat menjadi pegawai negeri sipil dan
ditempatkan di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia; dan
b. perjanjian ikatan dinas.
(2) Pemerintah mengangkat calon dosen ikatan dinas
yang telah menyelesaikan pendidikan ikatan
dinasnya sebagai pegawai negeri sipil, dan
menempatkannya sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB V
PENGANGKATAN, PENEMPATAN, DAN PEMINDAHAN
Pasal 36
(1) Pengangkatan dan penempatan dosen yang
diangkat oleh Pemerintah, dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan penempatan dosen yang
diangkat oleh penyelenggara pendidikan tinggi atau
satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
masyarakat dilakukan berdasarkan perjanjian kerja
atau kesepakatan kerja bersama.
(3) Pengangkatan dan penempatan dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), berdasarkan
perencanaan kebutuhan dosen secara nasional
yang dilaksanakan oleh Departemen melalui
koordinasi dengan instansi terkait.
Pasal 37 . . .
- 30 -
Pasal 37
(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah,
penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan
pendidikan tinggi wajib menandatangani
pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di
daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun.
(2) Dosen yang bertugas di daerah khusus berhak
atas rumah dinas yang disediakan oleh Pemerintah
atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
(3) Rumah dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memenuhi standar kelayakan huni dan digunakan
selama dosen yang bersangkutan bertugas di
daerah khusus.
(4) Pemeliharaan rumah dinas sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) menjadi tanggung jawab
Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
(5) Hak menempati rumah dinas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dicabut apabila
dosen yang bersangkutan tidak melaksanakan
kewajiban sebagai dosen.
(6) Dosen yang telah bertugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berhak pindah tugas setelah tersedia
dosen pengganti.
(7) Dalam hal terjadi kekosongan dosen, Pemerintah
wajib menyediakan dosen pengganti untuk
menjamin keberlanjutan pelaksanaan tridharma
perguruan tinggi pada satuan pendidikan tinggi
yang bersangkutan.
Pasal 38
(1) Pemindahan dosen yang diangkat oleh Pemerintah
dapat dilakukan antar-satuan pendidikan tinggi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Pemindahan . . .
- 31 -
(2) Pemindahan dosen yang diangkat oleh Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan kebutuhan dosen baik di tingkat
nasional maupun di tingkat satuan pendidikan
tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Pemindahan dosen yang diangkat oleh
penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan
masyarakat, baik atas permintaan sendiri maupun
kepentingan penyelenggara, dilakukan berdasarkan
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
BAB VI
SANKSI
Pasal 39
(1) Dosen yang tidak dapat memenuhi kualifikasi
akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dalam
jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak berlakunya
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen dan yang bersangkutan telah
diberi kesempatan untuk memenuhinya, dikenai
sanksi oleh Pemerintah, penyelenggara pendidikan
tinggi atau satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan masyarakat berupa:
a. dialihtugaskan pada pekerjaan tenaga
kependidikan yang tidak mempersyaratkan
kualifikasi dan kompetensi dosen;
b. diberhentikan tunjangan fungsional atau
subsidi tunjangan fungsional, dan tunjangan
khususnya; atau
c. diberhentikan dari jabatan sebagai dosen.
(2) Dosen . . .
- 32 -
(2) Dosen dan/atau warga negara lainnya yang
memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi
untuk melaksanakan tugas sebagai dosen yang
menolak wajib kerja di daerah khusus sebagaimana
diatur dalam Pasal 33 ayat (3) butir a dan butir b
dikenai sanksi oleh Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
berupa:
a. penundaan kenaikan pangkat selama 2 (dua)
tahun bagi dosen pegawai negeri sipil;
b. pencabutan tunjangan fungsional atau subsidi
tunjangan fungsional selama 2 (dua) tahun bagi
dosen; dan/atau
c. penghentian pelayanan kepemerintahan tanpa
melanggar hak asasi manusia selama 2 (dua)
tahun bagi warga negara selain dosen.
Pasal 40
(1) Calon dosen penerima ikatan dinas yang tidak
melaksanakan tugas sesuai dengan pernyataan
tertulis dan perjanjian ikatan dinas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dikenai sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Dosen yang telah melaksanakan ikatan dinas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1)
tetapi mengingkari pernyataan tertulisnya dikenai
sanksi oleh Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya berupa:
a. penundaan kenaikan pangkat atau jabatan
selama 4 (empat) tahun;
b. penghentian pemberian tunjangan profesi
selama 4 (empat) tahun;
c. penghentian pemberian tunjangan fungsional
selama 4 (empat) tahun;
d. penghentian . . .
- 33 -
d. penghentian pemberian maslahat tambahan
selama 4 (empat) tahun; atau
e. pemberhentian dari jabatannya sebagai dosen.
Pasal 41
Perguruan tinggi yang sudah ditetapkan sebagai
penyelenggara sertifikasi pendidik untuk dosen namun
berdasarkan evaluasi Pemerintah tidak memenuhi lagi
kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dicabut
kewenangannya untuk menyelenggarakan sertifikasi
pendidik untuk dosen oleh Menteri.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 42
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya
Peraturan Pemerintah ini, dosen yang belum memenuhi
kualifikasi akademik magister atau yang setara, dapat
mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat
pendidik apabila sudah:
a. mencapai usia 60 (enam puluh) tahun dan
mempunyai pengalaman kerja 30 (tiga puluh) tahun
sebagai dosen; atau
b. mempunyai jabatan akademik lektor kepala dengan
golongan IV/c, atau yang memenuhi angka kredit
kumulatif jabatan fungsional dosen setara dengan
lektor kepala dengan golongan IV/c.
Pasal 43
(1) Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku, dosen
tetap yang mempunyai jabatan akademik guru
besar atau profesor memperoleh sertifikat pendidik
tanpa melalui penilaian portofolio sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4.
(2) Dalam . . .
- 34 -
(2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Peraturan
Pemerintah ini berlaku, dosen tetap dalam jabatan
yang bukan guru besar atau profesor dan belum
memenuhi kualifikasi akademik magister, harus
memenuhi kualifikasi akademik yang
dipersyaratkan.
(3) Dalam jangka waktu 6 (enam) tahun sejak
Peraturan Pemerintah ini berlaku, dosen tetap
dalam jabatan yang bukan guru besar atau
profesor dan telah memenuhi kualifikasi akademik
sekurang-kurangnya magister harus mengikuti
sertifikasi.
Pasal 44
(1) Kualifikasi akademik bagi dosen baru mulai
berlaku 1 (satu) tahun setelah Peraturan
Pemerintah ini diundangkan.
(2) Dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak
berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4586), Dosen dalam jabatan yang belum
memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan
fungsional atau subsidi tunjangan fungsional dan
maslahat tambahan.
Pasal 45
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku
semua peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang dosen dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti
dengan peraturan baru berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 46
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar . . .
- 35 -
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Mei 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 Mei 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 76
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Wisnu Setiawan
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 37 TAHUN 2009
TENTANG
DOSEN
I. UMUM
Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada
masa depan adalah mampu menghadapi persaingan yang semakin
ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia
tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu
oleh pendidik profesional. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik
merupakan tenaga profesional. Oleh karena itu, dosen sebagai
pendidik profesional mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang
sangat strategis. Dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi
terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsipprinsip
profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap
warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
menegaskan bahwa dosen wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan
memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan
tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dosen adalah pendidik
profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan,
mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat. Selain diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kualifikasi dosen diatur juga
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
Pengakuan . . .
- 2 -
Pengakuan dosen sebagai pendidik profesional merupakan
pembaharuan dalam sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya
memperhatikan berbagai peraturan perundang-undangan di bidang
pendidikan, kepegawaian, ketenagakerjaan, keuangan, dan
pemerintahan daerah. Pemberian sertifikat pendidik bagi dosen
dilakukan melalui sertifikasi dengan mempertimbangkan penilaian
portofolio pengalaman pendidikan dan penelitian serta kegiatan
akademik atau profesional lain yang diperoleh selama bertugas. Hal ini
dilandasi oleh pertimbangan bahwa bagi dosen sebagai pendidik
profesional dan ilmuwan, pemerolehan dan pendalaman ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dapat dilakukan melalui
pengalaman langsung yang diinternalisasi dan dimaknai secara
reflektif. Oleh karena itu, pengakuan atas pengalaman tersebut
merupakan bagian integral dari proses pembentukan kompetensi
dosen sebagai agen pembelajaran.
Pengaturan lain tentang dosen adalah sertifikasi bagi dosen yang
belum memenuhi kualifikasi akademik, tetapi menduduki jabatan
struktural, ekuivalensi antara pengalaman mengajar dengan angka
kredit kumulatif, serta pembatasan usia dosen berdasarkan jabatan
fungsional. Pengaturan khusus ini dilandasi oleh pertimbangan untuk
memotivasi dan menghargai dedikasi dosen dalam melaksanakan
tugas profesional sebagai pendidik dan ilmuwan yang bermartabat.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen serta dengan memperhatikan peraturan perundangundangan
terkait dan kondisi serta kecenderungan masa datang perlu
ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Dosen dengan lingkup
pengaturan sebagai berikut:
a. hak, wajib kerja, dan ikatan dinas;
b. pengangkatan, penempatan, dan pemindahan;
c. sanksi; dan
d. peraturan peralihan.
Tujuan . . .
- 3 -
Tujuan Peraturan Pemerintah ini adalah untuk:
a. meningkatkan martabat dosen;
b. menjamin hak dan kewajiban dosen;
c. meningkatkan kompetensi dosen;
d. memajukan profesi serta karier dosen;
e. meningkatkan mutu pembelajaran, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat;
f. meningkatkan mutu pendidikan nasional;
g. mengurangi kesenjangan ketersediaan dosen antar-perguruan
tinggi dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan
kompetensi;
h. mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antar-perguruan
tinggi; dan
i. meningkatkan pelayanan pendidikan tinggi yang bermutu.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pelaksanaan penilaian portofolio dilaksanakan oleh tim yang
ditetapkan pada masing-masing Perguruan Tinggi.
Ayat (3) . . .
- 4 -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Tridharma perguruan tinggi mencakup:
1. darma pendidikan untuk menguasai, menerapkan,
dan menyebarluaskan nilai-nilai luhur, ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan olahraga;
2. darma penelitian untuk menemukan,
mengembangkan, mengadopsi, dan/atau
mengadaptasi nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, dan olahraga; dan
3. darma pengabdian kepada masyarakat untuk
menerapkan nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, dan olahraga dalam rangka
pemberdayaan masyarakat.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 5 . . .
- 5 -
Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “program pengadaan tenaga
kependidikan” adalah program pada perguruan tinggi yang
menyelenggarakan program pascasarjana.
Penetapan perguruan tinggi dilakukan dengan prinsip
keseimbangan jumlah dan sebaran lokasi perguruan tinggi,
baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun oleh
penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan
tinggi yang didirikan masyarakat.
Penetapan perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi dosen
untuk dosen di bawah binaan departemen yang menangani
urusan pemerintahan di bidang agama dilakukan oleh
Menteri dengan memperhatikan pertimbangan Menteri
Agama.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Penetapan peserta sertifikasi pendidik untuk dosen di bawah
binaan departemen yang menangani urusan pemerintahan di
bidang agama dilakukan oleh Menteri dengan
memperhatikan pertimbangan Menteri Agama.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 6
Yang dimaksud dengan “objektif” adalah perlakuan yang tidak
diskriminatif dan memenuhi standar nasional pendidikan dalam
proses perolehan sertifikat pendidik.
Yang . . .
- 6 -
Yang dimaksud dengan “transparan” adalah perlakuan yang
memberikan peluang kepada para pemangku kepentingan
pendidikan untuk memperoleh akses informasi tentang
penyelenggaraan pendidikan profesi dan uji kompetensi pendidik.
Yang dimaksud dengan “akuntabel” adalah kemampuan untuk
bertanggung jawab kepada para pemangku kepentingan
pendidikan secara administratif, finansial, dan akademik dalam
proses sertifikasi.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Banyaknya SKS yang diberikan untuk mata kuliah
atau proses pembelajaran lainnya merupakan
pengakuan atas keberhasilan usaha untuk
menyelesaikan kegiatan akademik bersangkutan.
Dalam setiap semester, 1 (satu) SKS sama atau setara
dengan 3 (tiga) jam beban belajar yang mencakup
kegiatan tatap muka, kegiatan terstruktur, dan
kegiatan mandiri untuk kurun waktu 16 (enam belas)
minggu efektif.
Butir 1
Cukup jelas.
Butir 2
Pengabdian kepada masyarakat melalui lembaga
lain dilaksanakan dengan seizin pimpinan
satuan perguruan tinggi yang bersangkutan dan
merupakan penerapan keahlian yang dimilikinya
sebagai dosen.
Huruf c . . .
- 7 -
Huruf c
Yang dimaksud dengan “tenaga tetap pada lembaga
lain” adalah seseorang yang bekerja penuh waktu pada
instansi lain di luar perguruan tinggi yang
bersangkutan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pimpinan perguruan tinggi mencakup rektor, pembantu
rektor, ketua sekolah tinggi, pembantu ketua sekolah tinggi,
direktur akademik/politeknik, wakil direktur
akademik/politeknik, dekan, pembantu dekan, direktur
pascasarjana, ketua unit pelaksana teknis, ketua
jurusan/departemen, dan jabatan yang setara sesuai bentuk
perguruan tinggi.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12 . . .
- 8 -
Pasal 12
Ayat (1)
Dalam menjamin pendanaan maslahat tambahan yang
menjadi tanggung jawab penyelenggara pendidikan tinggi
atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
masyarakat, Pemerintah dapat membantu atau menjatuhkan
sanksi administratif kepada penyelenggara pendidikan tinggi
atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan.
Ayat (2)
Pelaksanaan pemberian maslahat tambahan kepada dosen
harus mempertimbangkan asas keadilan dan pemerataan,
disamping peningkatan prestasi dosen yang dicapai.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 13
Huruf a
Yang dimaksud “tunjangan pendidikan” adalah subsidi biaya
yang diberikan kepada dosen untuk meningkatkan
kompetensi dan/atau kualifikasi akademik.
Yang dimaksud “asuransi pendidikan” adalah subsidi biaya
yang diberikan kepada dosen untuk tambahan biaya
asuransi pendidikan yang diambil untuk pendidikan anak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Yang . . .
- 9 -
Yang dimaksud “beasiswa” adalah seluruh biaya yang
diberikan kepada dosen untuk meningkatkan kompetensi
dan/atau kualifikasi akademik.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “putra-putri dosen” adalah anak
kandung dosen yang bersangkutan.
Untuk menunjukkan bahwa seorang calon peserta didik
adalah putra atau putri kandung dosen, pada saat
pendaftaran yang bersangkutan menyertakan:
1. surat keterangan dari pimpinan satuan pendidikan di
tempat dosen bekerja;
2. akte kelahiran anak; dan
3. kartu keluarga.
Pelayanan kesehatan mencakup jaminan biaya pemeriksaan,
pengobatan, dan perawatan di luar asuransi kesehatan.
Bentuk kesejahteraan lain misalnya, uang muka kredit
perumahan, fasilitas dan akses sumber belajar.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18 . . .
- 10 -
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “jabatan struktural” adalah suatu
kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan hak seorang pegawai negeri sipil dalam
rangka memimpin suatu satuan organisasi negara, di dalam
maupun di luar perguruan tinggi yang bersangkutan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24 . . .
- 11 -
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Peningkatan kompetensi dilakukan dalam rangka
penyesuaian dengan perubahan substansi keilmuan,
teknologi, dan/atau seni.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kegiatan lain yang sejenis” adalah
kegiatan lain yang serupa yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan merancang, mengelola, dan
menilai pembelajaran serta memanfaatkan hasil penelitian
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran; kemampuan
merancang, melaksanakan, dan menyusun laporan
penelitian; kemampuan mengembangkan dan
menyebarluaskan inovasi dalam bidang ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni; serta kemampuan merancang,
melaksanakan, dan menilai pengabdian kepada masyarakat.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “sumber daya pendidikan” adalah
sesuatu yang dipergunakan dalam melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat antara lain berupa tenaga,
dana, serta sarana dan prasarana.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28 . . .
- 12 -
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “studi” adalah kegiatan mengikuti
pendidikan nongelar dan/atau pelatihan dengan tujuan
untuk penyegaran, pemutakhiran, atau pengembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan/atau olahraga.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 33 . . .
- 13 -
Pasal 33
Ayat (1)
Warga negara yang dapat ditugaskan sebagai dosen harus
memenuhi kualifikasi akademik paling rendah magister dan
memiliki kompetensi yang relevan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Yang dimaksud “ikatan dinas” adalah perjanjian antara calon
dosen penerima bantuan pendidikan dengan penyelenggara
pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi yang
memberikan tugas belajar.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5) . . .
- 14 -
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42 . . .
- 15 -
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5007

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2005
TENTANG
GURU DAN DOSEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;
c. bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada huruf a, sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu dibentuk Undang-Undang tentang Guru dan Dosen;
Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 22 d, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
Dengan . . .
- 2 -
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG GURU DAN DOSEN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3. Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.
4. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
5. Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal.
6. Satuan . . .
- 3 -
6. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan.
7. Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru atau dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
8. Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara guru atau dosen dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
9. Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan.
10. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
11. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.
12. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
13. Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru.
14. Lembaga pendidikan tenaga kependidikan adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.
15. Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 16. Penghasilan . . .
- 4 -
16. Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik profesional.
17. Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.
18. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
19. Pemerintah adalah pemerintah pusat.
20. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
21. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 3
(1) Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 4 . . .
- 5 -
Pasal 4
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 5
Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 6
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
BAB III
PRINSIP PROFESIONALITAS
Pasal 7
(1) Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f. memperoleh . . .
- 6 -
f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
(2) Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
BAB IV
GURU
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi
Pasal 8
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10
(1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
(2) Ketentuan . . .
- 7 -
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
(2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.
Pasal 13
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 14
(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
a. memperoleh . . .
- 8 -
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau
k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Guru . . .
- 9 -
(3) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 16
(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 18 . . .
- 10 -
Pasal 18
(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang bertugas di daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; c. bertindak . . .
- 11 -
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 21
(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada guru dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai guru dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon guru untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1) Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama di lembaga pendidikan tenaga kependidikan untuk menjamin efisiensi dan mutu pendidikan.
(2) Kurikulum . . .
- 12 -
(2) Kurikulum pendidikan guru pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan nasional, pendidikan bertaraf internasional, dan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan,
dan Pemberhentian
Pasal 24
(1) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal serta untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan menengah dan pendidikan khusus sesuai dengan kewenangan.
(3) Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal sesuai dengan kewenangan.
(4) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru-tetap, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan.
Pasal 25
(1) Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Pengangkatan . . .
- 13 -
(2) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah atau pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 26
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi kode etik guru dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat dipindahtugaskan antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan karena alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau promosi.
(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengajukan permohonan pindah tugas, baik antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal permohonan kepindahan dikabulkan, Pemerintah atau pemerintah daerah memfasilitasi kepindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangan.
(4) Pemindahan . . .
- 14 -
(4) Pemindahan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1) Guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin secara otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan dalam pelaksanaan tugas.
(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menandatangani pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun.
(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang telah bertugas selama 2 (dua) tahun atau lebih di daerah khusus berhak pindah tugas setelah tersedia guru pengganti.
(4) Dalam hal terjadi kekosongan guru, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyediakan guru pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai guru yang bertugas di daerah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1) Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a. meninggal dunia;
b. mencapai batas usia pensiun;
c. atas permintaan sendiri;
d. sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan; atau
e. berakhirnya . . .
- 15 -
e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara guru dan penyelenggara pendidikan.
(2) Guru dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a. melanggar sumpah dan janji jabatan;
b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.
(3) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemberhentian guru karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 60 (enam puluh) tahun.
(5) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang diberhentikan dari jabatan sebagai guru, kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 31
(1) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(2) Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 32
(1) Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3) Pembinaan . . .
- 16 -
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jabatan fungsional.
(4) Pembinaan dan pengembangan karier guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 33
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 34
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 35
(1) Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.
(2) Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam . . .
- 17 -
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 36
(1) Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2) Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 37
(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan.
(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3) Penghargaan kepada guru dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4) Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan, hari pendidikan nasional, hari guru nasional, dan/atau hari besar lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
Pemerintah dapat menetapkan hari guru nasional sebagai penghargaan kepada guru yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketujuh . . .
- 18 -
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 39
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Bagian Kedelapan
Cuti
Pasal 40
(1) Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak gaji penuh.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesembilan . . .
- 19 -
Bagian Kesembilan
Organisasi Profesi dan Kode Etik
Pasal 41
(1) Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independen.
(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.
(4) Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Pasal 42
Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan:
a. menetapkan dan menegakkan kode etik guru;
b. memberikan bantuan hukum kepada guru;
c. memberikan perlindungan profesi guru;
d. melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan
e. memajukan pendidikan nasional.
Pasal 43
(1) Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik.
(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Pasal 44
(1) Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru.
(2) Keanggotaan . . .
- 20 -
(2) Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru.
(3) Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru.
(4) Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
(5) Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
BAB V
DOSEN
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik
Pasal 45
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 46
(1) Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.
(2) Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum:
a. lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan
b. lulusan program doktor untuk program pascasarjana.
(3) Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen.
(4) Ketentuan . . .
- 21 -
(4) Ketentuan lain mengenai kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan keahlian dengan prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh masing-masing senat akademik satuan pendidikan tinggi.
Pasal 47
(1) Sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diberikan setelah memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
b. memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; dan
c. lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi untuk menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penetapan perguruan tinggi yang terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 48
(1) Status dosen terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap.
(2) Jenjang jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor.
(3) Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus memiliki kualifikasi akademik doktor.
(4) Pengaturan kewenangan jenjang jabatan akademik dan dosen tidak-tetap ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
(1) Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor.
(2) Profesor . . .
- 22 -
(2) Profesor memiliki kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.
(3) Profesor yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental lainnya yang sangat istimewa dalam bidangnya dan mendapat pengakuan internasional dapat diangkat menjadi profesor paripurna.
(4) Pengaturan lebih lanjut mengenai profesor paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 50
(1) Setiap orang yang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi dosen.
(2) Setiap orang, yang akan diangkat menjadi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengikuti proses seleksi.
(3) Setiap orang dapat diangkat secara langsung menduduki jenjang jabatan akademik tertentu berdasarkan hasil penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi, dan pengalaman yang dimiliki.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pengangkatan serta penetapan jenjang jabatan akademik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 51
(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh . . .
- 23 -
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
e. memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik; dan
g. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi keilmuan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 52
(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain yang berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 53
(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan . . .
- 24 -
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 54
(1) Pemerintah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pasal 55
(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang bertugas di daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
(1) Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan kepada profesor yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi setara 2 (dua) kali gaji pokok profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(2) Ketentuan . . .
- 25 -
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 57
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi dosen, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri dosen, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 58
Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat berhak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 59
(1) Dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu langka berhak memperoleh dana dan fasilitas khusus dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(2) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
Pasal 60
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban:
a. melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;
b. merencanakan . . .
- 26 -
b. merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
c. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
e. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
f. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 61
(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada dosen dan/atau warga negara Indonesia lain yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai dosen di daerah khusus.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai dosen dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 62
(1) Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon dosen untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional, atau untuk memenuhi kepentingan pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat . . .
- 27 -
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan
Pemberhentian
Pasal 63
(1) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
Pasal 64
(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan struktural sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 65
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai dosen pada satuan pendidikan tinggi di Indonesia wajib mematuhi peraturan perundang-undangan.
Pasal 66
Pemindahan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 67 . . .
- 28 -
Pasal 67
(1) Dosen dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena:
a. meninggal dunia;
b. mencapai batas usia pensiun;
c. atas permintaan sendiri;
d. tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan karena sakit jasmani dan/atau rohani; atau
e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara dosen dan penyelenggara pendidikan.
(2) Dosen dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena:
a. melanggar sumpah dan janji jabatan;
b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.
(3) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemberhentian dosen karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 65 (enam puluh lima) tahun.
(5) Profesor yang berprestasi dapat diperpanjang batas usia pensiunnya sampai 70 (tujuh puluh) tahun.
(6) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang diberhentikan dari jabatan sebagai dosen, kecuali sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 68
(1) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) dapat dilakukan setelah dosen yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(2) Dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Bagian Kelima . . .
- 29 -
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 69
(1) Pembinaan dan pengembangan dosen meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen dilakukan melalui jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Pembinaan dan pengembangan karier dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 70
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 71
(1) Pemerintah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2) Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen.
(3) Pemerintah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
Pasal 72 . . .
- 30 -
Pasal 72
(1) Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat.
(2) Beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester dan sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan kredit semester.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 73
(1) Dosen yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2) Dosen yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 74
(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi keilmuan, dan/atau satuan pendidikan tinggi.
(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan tinggi, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3) Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4) Penghargaan . . .
- 31 -
(4) Penghargaan kepada dosen dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan tinggi, hari pendidikan nasional, dan/atau hari besar lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 75
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan tinggi wajib memberikan perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pelaksanaan tugas dosen sebagai tenaga profesional yang meliputi pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan, serta pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat dosen dalam pelaksanaan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
(6) Dalam . . .
- 32 -
(6) Dalam rangka kegiatan akademik, dosen mendapat perlindungan untuk menggunakan data dan sumber yang dikategorikan terlarang oleh peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedelapan
Cuti
Pasal 76
(1) Dosen memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Dosen memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan memperoleh hak gaji penuh.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
SANKSI
Pasal 77
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. penundaan pemberian hak guru;
d. penurunan pangkat;
e. pemberhentian dengan hormat; atau
f. pemberhentian tidak dengan hormat.
(3) Guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
(4) Guru . . .
- 33 -
(4) Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5) Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi oleh organisasi profesi.
(6) Guru yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) mempunyai hak membela diri.
Pasal 78
(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. penundaan pemberian hak dosen;
d. penurunan pangkat dan jabatan akademik;
e. pemberhentian dengan hormat; atau
f. pemberhentian tidak dengan hormat.
(3) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4) Dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
(5) Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mempunyai hak membela diri.
Pasal 79 . . .
Pasal 79
- 34 -
(1) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 39, Pasal 63 ayat (4), Pasal 71, dan Pasal 75 diberi sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi bagi penyelenggara pendidikan berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan; atau
d. pembekuan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 80
(1) Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini:
a. guru yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau guru yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
b. dosen yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau dosen yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
(2) Tunjangan . . .
- 35 -
(2) Tunjangan fungsional dan maslahat tambahan bagi guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 81
Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan guru dan dosen tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 82
(1) Pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama dalam waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
(2) Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 83
Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus diselesaikan selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 84
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
- 36 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
AD INTERIM,
ttd
YUSRIL IHZA MAHENDRA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 157
Salinan sesuai dengan aslinya
DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA
BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,
ABDUL WAHID
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2005
TENTANG
GURU DAN DOSEN
I. UMUM
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan. Selanjutnya, Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa (1) setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; dan (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Salah satu amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia
- 2 -
berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis. Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.
kedudukan . . .
Berdasarkan uraian di atas, pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai misi untuk melaksanakan tujuan Undang-Undang ini sebagai berikut:
1. mengangkat martabat guru dan dosen;
2. menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen;
3. meningkatkan kompetensi guru dan dosen;
4. memajukan profesi serta karier guru dan dosen;
5. meningkatkan mutu pembelajaran;
6. meningkatkan mutu pendidikan nasional;
7. mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antardaerah dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi;
8. mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah; dan
9. meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, sedangkan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dosen serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
- 3 -
Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Untuk meningkatkan penghargaan terhadap tugas guru dan dosen, kedudukan guru dan dosen pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi perlu dikukuhkan dengan pemberian sertifikat pendidik. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan atas kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Dalam melaksanakan tugasnya, guru dan dosen harus memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya.
Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan fungsi dan peran strategis guru dan dosen yang meliputi penegakan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional, pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen, perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Selain . . .
Berdasarkan visi, misi, dan pertimbangan-pertimbangan di atas diperlukan strategi yang meliputi:
1. penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi;
2. pemenuhan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional yang sesuai dengan prinsip profesionalitas;
3. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru dan dosen sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi yang dilakukan secara merata, objektif, dan transparan untuk menjamin keberlangsungan pendidikan;
- 4 -
4. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian para guru dan dosen;
5. peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas profesional;
6. peningkatan peran organisasi profesi untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional;
7. penguatan kesetaraan antara guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat;
8. penguatan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah dalam merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional; dan
9. peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen.
Pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional merupakan bagian dari pembaharuan sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan, kepegawaian, ketenagakerjaan, keuangan, dan pemerintahan daerah.
Sehubungan dengan hal itu, diperlukan pengaturan tentang kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional dalam suatu Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.
II. PASAL DEMI PASAL . . .
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
- 5 -
Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Yang dimaksud dengan guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran guru antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan guru dapat melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10 . . .
- 6 -
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.
Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.
Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.
Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
huruf a
Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, maupun jaminan hari tua.
huruf b
Cukup jelas.
- 7 -
huruf c
Cukup jelas
huruf d
Cukup jelas.
huruf e
Cukup jelas.
huruf f
Cukup jelas.
huruf g . . .
huruf g
Cukup jelas.
huruf h
Cukup jelas.
huruf i
Cukup jelas.
huruf j
Cukup jelas.
huruf k
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan gaji pokok adalah satuan penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan, dan masa kerja.
Yang dimaksud dengan tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga.
Yang dimaksud dengan tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada guru yang memiliki sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya.
- 8 -
Yang dimaksud dengan tunjangan khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada guru sebagai kompensasi atas kesulitan hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah khusus.
Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
Ayat (3)
Tunjangan profesi dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Tunjangan fungsional dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran
- 9 -
pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pasal 18
Ayat (1)
Tunjangan khusus dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra-putri guru adalah berupa kesempatan dan keringanan biaya pendidikan bagi putra-putri guru yang telah memenuhi syarat-syarat akademik untuk menempuh pendidikan dalam satuan pendidikan tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
- 10 -
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
- 11 -
Pasal 34 . . .
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan dosen dapat
- 12 -
melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48 . . .
Pasal 48
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dosen tetap adalah dosen yang bekerja penuh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu.
Yang dimaksud dengan dosen tidak tetap adalah dosen yang bekerja paruh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tidak tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan secara langsung adalah tanpa berjenjang.
Ayat (4)
Cukup jelas.
- 13 -
Pasal 51
Ayat (1)
huruf a
Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dosen dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, maupun jaminan hari tua.
huruf b
Cukup jelas.
huruf c
Cukup jelas.
huruf d
Cukup jelas.
huruf e
Cukup jelas.
huruf f . . .
huruf f
Cukup jelas.
huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 52
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan gaji pokok adalah satuan penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan, dan masa kerja.
Yang dimaksud dengan tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga.
- 14 -
Yang dimaksud dengan tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada dosen yang memiliki sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya.
Yang dimaksud dengan tunjangan khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada dosen sebagai kompensasi atas kesulitan hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah khusus.
Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Lihat penjelasan Pasal 52 ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
- 15 -
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bidang ilmu yang langka adalah ilmu yang sangat khas, memiliki tingkat kesulitan tinggi, dan/atau mempunyai nilai-nilai strategis serta tidak banyak diminati.
Yang dimaksud dengan dana dan fasilitas khusus adalah alokasi anggaran dan kemudahan yang diperuntukkan bagi dosen yang mendalami ilmu langka tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
- 16 -
Pasal 66 . . .
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
- 17 -
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81 . . .
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4586
- i -