Minggu, 20 November 2011

Dr. Hasani Raih Doktor Muda; Tholabul Ilmi dari UIN Jakarta Hingga Kairo, Mesir

Dr. Hasani Raih Doktor Muda; Tholabul Ilmi dari UIN Jakarta Hingga Kairo, Mesir. Hasani Ahmad Said adalah Doktor terbaik, termuda dan tercepat pada Wisuda ke 83 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sabtu 16 April 2011 yang lalu. Ia lahir di Pabean, Cilegon, Banten, 21 Februari 1982 dari anak pasangan Ahmad Samsuri bin H. Said dan Sunariyah binti H. Surya yang kedua-duanya berprofesi sebagai petani dan ibu rumah tangga. Dari kecil, Hasani dikenal ulet dan tekun oleh keluarganya, berawal dari sekolah madrasah (MI, SD, MTs dan Aliyah al-Khairiyah Karangtengah serta Pondok Pesantren Banu al-Qamar yang mendidik, mengkader dan sekaligus membentuk karakter yang tangguh hingga 6 tahun, di sini Hasani banyak bersentuhan dan berkenalan dengan guru-guru penuh keikhlasan yang nota bene guru yang ditempa dengan kesulitan ekonomi yang dengan itu mereka berhasil menggondol Sarjana S-1. Cerita pahit dari pengalaman beberapa gurunya itu ternyata membangkitkan semangat juang yang tinggi hingga berniat dan mengantarkan Hasani menjejaki Perguruan Tinggai Islam yang bergengsi di IAIN, kini UIN Syarif Hidayatullah Jakarat. Yang menarik, Hasani kecil, telah memprogramkan masuk S-1 dengan biaya yang dikumpulkannya sendiri dari dia mengajar ngaji di komplek Panggung Rawi beberapa kilo dari rumahnya. Hasani kecil mempunyai satu kelebihan yakni dengan suaranya yang merdu, sehingga tak jarang berbagai undangan mengajaipun berdatangan. Berbekal uang masuk yang sudah dikantongi ini, Hasani memohon restu kepada orang tua dan keluarga untuk menuntut ilmu ke Jakarta. Satu hal yang tidak bisa dilupakan, kuliah di Jakarta menjadi sesuatu yang aneh, asing, bahkan tidak pernah terbayangkan oleh beberapa orang tua di kampungnya. Namun Hasani, terus mendesak dan memohon restu, hingga akhirnya mengantongi restu dan doa orang tuanya untuk berangkat kuliah ke Jakarta. Kata dan petuah orang tuanya yang hingga kini terus terngiang-ngiang yag mengiri keberangkatan untuk kuliah di Jakarta ketika itu dengan bahasa Cilegon “Aje maning sawah, idep ge ning laku mah tak dol ari gena kuliahme” (jangankan sawah, bulu mata juga kalau laku saya jual kalau untuk kuliah). Petuah ini seolah cambuk yang mengejutkan semangat juang Hasani dalam dunia pendidikan. Di tahun 2001 Hasani, memasuki bangku kuliah di Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir Hadis di UIN Jakarta. Dengan planning yang matang, Hasani bisa cepat selesai dalam waktu 3 tahun 4 bulan pada tahun 2005, menulis Skripsi tentang Historisitas Hadis tentang Adzan; Kajian atas Kutub al-Sittah. Ketika menjadi Sarjana, Hasani mulai berfikir lagi untuk pulang kampung atau melanjutkan kuliah. Pulang kampung berarti siap-siap jadi guru di madrasah dekat rumahnya, sedang melanjutkan kuliah dengan biaya yang cukup besar. Namun dengan kebulatan tekad, Hasani memilih melanjutkan kuliah. Sehingga di tahun yang sama dan perguruan tinggi yang sama mulai menapaki menjadi mahasiswa Pascasarjana konsentrasi Tafsir Hadis, dan pada tahun 2007 dapat diselesaikan 2 tahun 1 bulan, menulis tesis berjudul “Corak Pemikiran Kalam Tafsir Fath al-Qadir: Telaah Atas Pemikiran al-Syaukani Bidang Teologi Islam”. Semasa dan selepas S-2 inilah Hasani mulai terbentuk pola fikir untuk menjadi pendidik di perguruan tingggi. Dengan bekal ijazah S-2 dan silaturahmi, di usia 26 tahun, Hasani sudah menjadi asisten professor di 3 fakultas, yaitu Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Fakultas Syariah dan Hukum serta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di UIN Jakarta. Mulai dari bekal pengalaman mengajar di perguruan tinggi dan banyak bertemu dengan beberapa orang Professor inilah, kembali memantapkan Hasani untuk tidak berhenti menuntut ilmu, sehingga di tahun 2008, Hasani masuk program strata 3 (Dr.) di perguruan tinggi dan jurusan yang sama. Pada usianya yang masih belia dan bahkan ketika menjejaki program S-3, Hasani belum mempunyai pendapatan tetap, namun dengan keyakinan yang kuat bisa menyelesaikan doktor, sedang rizki semuanya telah diatur oleh sang Maha mempunyai rizki. Pada tahun 2008 ada kesempatan mengikuti pendaftaran CPNS dosen, dan dengan kuasa dan izin-Nya, Hasani, diperkenankan doanya menjadi dosen tetap di IAIN Raden Intan Lampung. Keinginan kuat meraih doktor kini sedikit teringankan setelah menjadi PNS Dosen, dan juga tidak membuat terlena semangat juangnya. Hasani berkeyakinan mampu menggondol gelar doktor secara cepat dalam usia muda. Dan Alhamdulillah, image gelar doktor yang harus punya jabatan, dirah pada usia relative tua dan mapan, kini terbantahkan oleh Hasani yang meraih gelar Doktor terbaik, tercepat dan termuda bidang Tafsir al-Qur’an dari Sekolah pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, selesai 2 tahun 6 bulan, di usia 29 tahun, menulis disertasi bertajuk “Diskursus Munasabah al-Qur’an: Kajian Atas Tafsir al-Mishbah”. Dan yang tidak kalah pentingnya, berbekal doa restua kedua orang tua dan keluarga, dari keluarga yang tidak mampu, dapat menyelesaikan S-1, S-2, dan S-3 dengan biaya sendiri. Berbekal suara emas di bidang nagm al-Qur’an, Hasani sempat tinggal di Masjid dan menjadi muadzin, dan bahkan hingga kini masih menjadi Imam Masjid Fathullah UIN Jakarta, selain juga menjadi penceramah, khotib, dan pembaca al-Quran, dari kampung, Hotel, TV Swasta, hingga istana Negara. Bahkan, pada tahun 2007 dapat ke tanah suci berkat al-Quran. Kesempatan inilah menjadi curahan hati untuk berdoa kepada sang Khaliq, salah satu doanya adalah ingin belajar di dunia Timur Tengah, baik Arab Saudi, maupun Kairo Mesir. Meskipun belum bisa menuntut ilmu secara formal di Timur Tengah, khususnya Kairo, namun kini, setelah menyelesaikan doktornya, dua hari setelah diwisuda, tanggal 18 April 2011, demi memantapkan keilmuannya di bidang tafsir, Hasani berangkat ke Kairo, Mesir mengikuti Sandwich Program atas beasiswa dari Pusat Studi al-Qur’an ke Kairo, Mesir selama 2 bulan setelah sebelumnya menimba ilmu melalui program Pendidikan Kader Mufassir di PSQ Jakarta yang diikuti dan terseleksi sebanyak 18 orang yang terdiri dari dosen-dosen tafsir, peneliti, dan calon magister dan doktor se-Indonesia. Setelah menempa kuliah dan bimbingan selama 6 bulan di Pendidikan Kader Mufassir, Pusat Studi al-Quran, diseleksi kembali menjadi enam terbaik dari 18 orang, untuk dikirim ke Mesir, dan dari enam orang disaring kembali menjadi dua orang yang ditetapkan sebagai peserta terbaik yang di kirim ke Kairo, Mesir untk melakukan research lanjutan, dan satu di antara dua itu adalah Hasani Ahmad said. Dan hingga kini, Hasani masih melakukan penelitian di Kairo, Mesir dalam bidang Tafsir dan Ulumul Quran.