Rabu, 15 Desember 2010

Hijrah Melawan Koruptor

Hijrah Melawan Koruptor
Wacana Publik, Radar Banten, Jumat, 10-Desember-2010
Oleh: Hasani Ahmad Said

Imam Syafi`i, anutan mazhab terbesar di Indonesia, menulis syair yang bagus tentang ini Sâfir tajid ‘iwadl-an ‘an man tufâriq-uhu, fa inn-a ‘l-‘ûd bâkî fî ardl-ihi min al-hathâbi (Pergilah maka kamu akan mendapatkan ganti dari yang kamu tinggalkan, lihatlah kayu yang wangi itu [cendana] di tempatnya sendiri cuma sebangsa kayu bakar saja).
Maksudnya, banyak orang yang mungkin tidak berharga kalau masih berada di tempatnya sendiri, dia akan berharga kalau pindah ke tempat lain. Banyak orang yang bisa membuat kreativitas dan karya-karya besar setelah mereka pindah. Sebaliknya, jarang sekali orang yang bisa menjadi besar di tempatnya sendiri, karena terinkografik dari masyarakatnya.
Jadi Hijrah itu merupakan suatu cara untuk memperoleh pelajaran dari Allah dengan memperhatikan masyarakat-masyarakat yang jauh. Itulah sebabnya mengapa umat Islam dulu sangat dinamis; mereka mengembara ke seluruh muka bumi, dan menemukan berbagai hal yang kemudian dirangkum untuk menjadi ramuan dari peradaban Islam. Peradaban Islam adalah peradaban yang sangat kosmopolit, dalam arti bahwa unsur-unsurnya diambil dari seluruh umat manusia.
Tanpa disengaja peringatan Hari Anti Korupsi 9 Desember 2010 kali ini, bertepatan dengan tahun baru Islam, bulan Muharram. Rasanya bukan satu hal kebetulan di tengah goncangan dan gejolak pemberitaan yang merobek hati nurani bangsa mulai kasus Century hingga kasus pajak Gayus, Hari Anti Korupsi tahun 2010 tahun ini bertepatan dengan semangat menggeloranya nilai-nilai hijrah.
Ada hal apa yang menarik dari nilai hijrah yang dijalankan oleh Rasulullah Saw. yang pernah menggugah dari keadaan yang lemah (dh a’if) menuju kondisi yang kuat (qawiy/ superioritas).
L Stoddard dalam The Rising Tide of Colours (Bangkitnya Bangsa-Bangsa Berwarna) mengatakan bahwa Nabi Muhammad seolah-olah telah mengubah padang pasir Timur Tengah menjadi mesiu yang dia sulut dari Madinah dan meledaklah seluruh Timur Tengah. Sebab tidak lama setelah Rasulullah pindah ke Madinah, dalam tempo 10 tahun beliau wafat. Dan beliau menjadi tokoh sejarah yang paling sukses dalam sejarah umat manusia.
Pandangan di atas, tidak jauh berbeda dengan Michael Hart, seorang wartawan Amerika yang menulis buku tentang 100 tokoh yang paling berpengaruh di dalam sejarah umat manusia, dengan jujur mengakui bahwa di antara 100 tokoh itu, kalau dilihat efeknya, maka Muhammad-lah yang paling berpengaruh di dalam sejarah umat manusia.
Menilik perjalanan hijrah, kemudian saya akan mencoba memaknai untuk kemudian mencari titik terang kesepahaman nilai hijrah merubah dan menggugah kesadaran kehidupan sosial yang baik. Hijrah artinya secara bahasa berarti pindah. Dalam bahasa Inggris, hijrah lebih tepat sepadan dengan kata migration.
Dalam beberapa literature, orang-orang Barat menerjemahkan hijrah dengan flight, padahal flight itu artinya melarikan diri. Dengan bermigrasi dari Makkah ke Madinah, Nabi Muhammad tidak bermaksud melarikan diri, akan tetapi memang pindah, dan kepindahannya bukan atas kemauan sendiri melainkan atas petunjuk dari Allah swt.
Madinah dalam bahasa Arab sama dengan polis dalam bahasa Yunani. Maka ada Konstantinopolis, Miniapolis, Indianapolis, Parsipolis, dan lain-lain. Seandainya Rasulullah dulu berbahasa Yunani, maka Madinah itu akan memperoleh nama Prophetopolis, kota Nabi. Dari polis inilah kemudian terambil kata-kata politik; jadi perkataan politik itu sendiri sudah menunjuk kepada konsep kehidupan teratur dalam sebuah kota. Maka tidak heran bahwa yang dilakukan oleh Rasulullah adalah mendirikan negara (Madinah).
Negara yang didirikan Nabi itu mula-mula adalah sebuah negara kota (city state), kemudian diperluas meliputi seluruh Jazirah Arabia. Kelak bahkan diperluas lagi oleh para sahabat menjadi suatu imperium dunia, yang jauh lebih luas daripada kekaisaran Romawi atau kekaisaran Byzantium pada zaman keemasannya.
Secara sosiologis historis memang ada beberapa faktor yang melatarbelakangi hijrah Nabi, yaitu antara lain didahului dengan adanya baiat (janji setia) yang diikuti oleh orang-orang dari Madinah (waktu itu namanya Yatsrib, yang dalam naskah-naskah Yunani kuna dikenal sebagai Yathroba).
Tidak banyak yang diketahui oleh orang-orang luar mengenai Arabia, karena Arabia memang merupakan daerah yang tidak begitu menarik bagi bangsa-bangsa lain. Karena itu tidak ada usaha untuk, misalnya, menaklukkan daerah tersebut. Orang Arab sendiri menyadari hal itu, karenanya disebut jazirah. Dalam bahasa Arab, jazirah itu bukan semenanjung, tetapi pulau.
Di zaman Rasulullah Muhammad SAW, pernah terjadi suatu fase di mana moral beberapa sahabat mengalami penurunan. Ketika itu kemenangan demi kemenangan di medan peperangan berhasil diraih pasukan Islam. Rampasan perang sangat melimpah berupa berbagai macam barang berharga. Segelintir oknum sahabat ada yang tergoda melakukan tindak korupsi dengan mengambil barang pampasan perang sesukanya sendiri tanpa seizin Rasulullah.
Atas tindakan melanggar hukum itu, Allah segera menurunkan peringatan keras seperti yang bisa kita baca dalam surah Ali Imran. Barangsiapa yang berkhianat (korupsi?) dalam urusan harta rampasan perang, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianati itu. (QS 3:161).
Peringatan Allah yang keras itu kemudian dijabarkan lebih jauh oleh hadis, seperti yang disabdakan Nabi Muhammad. Maka demi zat yang diri Muhammad di dalam genggaman-Nya, tidaklah tindakan khianat/korupsi salah seorang dari kalian atas sesuatu, kecuali dia akan datang pada hari kiamat nanti dengan membawa di lehernya. Kalau yang dikorupsi itu adalah unta, maka ia akan datang dengan melenguh. (HR Bukhari-Muslim).
Korupsi adalah kejahatan pengambilan kekayaan dan hak orang lain secara tidak sah untuk memperkaya diri sendiri. Oleh karenanya, Islam mengharamkan tindak korupsi termasuk memakan hasil dari tindak korupsi.
Beberapa ulama berpendapat, Islam mengkategorikan tindak pidana korupsi dalam beberapa jenis perbuatan, yaitu; sariqah (pencurian), ikhtilaf (menjambret), khiyanah (menggelapkan), ikhtilas (mencopet), al-nahb (merampas), dan al-ghasb (menggunakan tanpa seizin).
Dalam batasan pengertian korupsi sebagai tindak kejahatan sariqah (pencurian dan suap), Allah SWT tegas sekali mengutuk perbuatan tersebut, seperti firman-Nya dalam surah Al-Anfal (harta pampasan perang). Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (QS 8:27).
Rasulullah SAW mengingatkan kita lewat sabdanya, Rasulullah SAW melaknat orang yang menyuap, yang menerima suap, dan yang menjadi perantara. (HR Ahmad dan Hakim). Korupsi dalam batasan pengertian sebagai tindak penggelapan (khiyanah), dan merampas harta dan hak orang lain (al-nahb). Rasulullah SAW memperjelas dalam sabdanya, Barangsiapa yang kami pekerjakan pada suatu jabatan, kemudian kami beri gaji, malahan yang diambilnya selebih dari itu, berarti suatu penipuan. (HR Abu Daud).
Dari penegasan Allah SWT dan Nabi Muhammad tersebut maka jelas, bahwa agama Islam melarang tindak korupsi-suap dalam berbagai batasan tersebut di atas, dan mengategorikannya dalam tindakan yang haram. Islam juga memandang bahwa tindak pidana korupsi telah merendahkan martabat manusia di mata Allah. Oleh karenanya kita dilarang mendekatinya, apalagi melakukannya.
Apa yang diingatkan oleh Allah SWT tentang korupsi seperti termaktub dalam ayat-ayat Al-Quran di surah Harta Pampasan Perang (Al-Anfal), sesungguhnya sebuah isyarat bahwa manusia memang cenderung berlaku korup. Korupsi merupakan penyakit masyarakat dari bangsa apapun. Maka, pantaslah bila secara mondial kita memperingati Hari Anti Korupsi yang jatuh pada tanggal 9 Demseber yang lalu.
Era Reformasi mengamanatkan perang terhadap korupsi. Genderang perang itu kemudian dituangkan dalam KUHP maupun UU Nomor 31 tahun 1999 jo UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi. Namun, secara kasat mata, kita melihat bahwa praktik korupsi kian menjadi-jadi di negeri ini.
Tahun 2003 dan 2004, China ditetapkan sebagai negara paling korup di dunia disusul kemudian Indonesia, India, Brasil dan Peru. Peringkat Indonesia dalam bidang negara terkorup terkoreksi di tahun 2009 ini. Menurut lembaga riset Transparency International Indonesia (TII) di Jakarta, kini Indonesia berada di peringkat ke-79 negara terkorup di dunia. Memang ada kemajuan.
Memang, betapa malunya kita atas predikat menjadi negara yang tergolong terkorup di seluruh dunia. Di luar sana, bangsa-bangsa lain juga sudah lama membicarakan bangsa kita yang mayoritasnya beragam Islam, tetapi kenapa tingkat tindak sariqah-nya (korupsi dan suap) tergolong tinggi. Rasanya bangsa lain itu hendaknya kita jadikan bahan introspeksi diri. Dan, sebaiknya marilah kita mulai dari diri kita sendiri masing-masing untuk patuh dan taat kepada ajaran Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW untuk tidak melakukan tindak korupsi dalam bentuk apapun sekecil apapun. Karena yang demikian itu sesungguhnya adalah ukuran dan indikator dari salah satu takwa yang berkualitas.
Beberapa upaya telah ditempuh untuk memberantas korupsi, saat ini dilakukan oleh beberapa institusi: Tim Tastipikor (Tindak Pidana Korupsi), KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Kepolisian, Kejaksaan, BPKP, Lembaga non-pemerintah: Media massa Organisasi massa (mis: ICW).
Sesungguhnya bila dibandingkan dengan era Orde Baru, pada zaman reformasi ini pemberantasan korupsi di Indonesia sudah sangat berkembang, namun hingga kini hasilnya belum menunjukkan titik terang, mungkin karena sumber oknum korupsi justru berada di dalam institusi penegak hukum (Kepolisian dan Kejaksaan). Hal itu yang membikin pemberantasan korupsi susah diuraikan. Mungkin yang paling tepat pemberantasan korupsi itu dimulai dari diri sendiri.
Tanggal 9 Desember telah ditetapkan sebagai Hari Anti Korupsi se-Dunia. Sebagai orang muslim harus menanggapi sebagai aksi gerakan moral yang cukup baik untuk memulai mengetuk pada diri sendiri, dan terus menjaga kebenciannya terhadap korupsi. Maka, momen hijrah sejatinya bukan hanya bermakna pindah belaka, akan tepai lebih jauh dari itu, hijrah yang actual sesungguhnya mampu mereformasi keberpindahan dari yang tidak baik menuju kebaikan.
Semoga tulisan ini menjadi penyadaran akan pentingnya berhijrah untuk kebaikan, hijrah untuk kemaslahatan dan hijrah untuk kepentingan bersama yang hanya dirasakan untuk kepentingan pribadi atau golongan.

Hasani Ahmad Said
Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Raden Intan, Lampung, Alumni Pendidikan Kader Mufassir & Kandidat Doktor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta