TAFSIR TAHLILI:
MENGURAI TAFSIR SURAH YUNUS [10] AYAT 25-27
Oleh Hasani Ahmad
Said
Doktor Tafsir SPs UIN Jakarta, dan
Dosen Tafsir dan STudi al-Qur’an
Disampaikan Pada Pengajian Bakda
Magrib Masjid Sa’adatudzdzarain, Ps. Minggu, Selasa, 26 Februari 2014; Pernah Disampaikan
Juga Pada Halaqoh Tafsir, Pengajian Pusat Studi al-Qur’an
Bait al-Qur’an, Pd. Cabe, Tangsel, 30
Januari 2013, E-mail: hasaniahmadsaid@yahoo.com
ª!$#ur
(#þqããôt 4n<Î)
Í#y
ÉO»n=¡¡9$# Ïökuur `tB âä!$t±o
4n<Î) :ÞºuÅÀ 8LìÉ)tFó¡B ÇËÎÈ * tûïÏ%©#Ïj9 (#qãZ|¡ômr& 4Óo_ó¡çtø:$#
×oy$tÎur
(
wur ß,ydöt
öNßgydqã_ãr
×tIs% wur
î'©!Ï 4 y7Í´¯»s9'ré&
Ü=»ptõ¾r&
Ïp¨Ypgø:$# ( öNèd
$pkÏù tbrà$Î#»yz
ÇËÏÈ
z`Ï%©!$#ur
(#qç7|¡x.
ÏN$t«Íh¡¡9$#
âä!#ty_ ¥pt¤Íhy $ygÎ=÷WÏJÎ/ öNßgà)ydös?ur
×'©!Ï ( $¨B Mçlm; z`ÏiB «!$#
ô`ÏB 5OϹ%tæ ( !$yJ¯Rr(x.
ôMuϱøîé& óOßgèdqã_ãr $YèsÜÏ% z`ÏiB È@ø©9$#
$¸JÎ=ôàãB
4
y7Í´¯»s9'ré& Ü=»ptõ¾r& Í$¨Z9$#
(
öNèd $pkÏù
tbrà$Î#»yz ÇËÐÈ
“25. Dan Allah mengajak ke Dâr al-Salam, dan
menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lebar lagi lurus. 26.
Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada sesuatu yang terbaik disertai
tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula)
kehinaan. Mereka Itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. 27. Dan
orang-orang yang mengerjakan kejahatan (mendapat) balasan yang setimpal dan
mereka diliputi kehinaan. Tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari
Allah, seakan-akan muka mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang
gelap gelita. Mereka Itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
AYAT 25
ª!$#ur
(#þqããôt 4n<Î)
Í#y
ÉO»n=¡¡9$# Ïökuur `tB âä!$t±o
4n<Î) :ÞºuÅÀ 8LìÉ)tFó¡B ÇËÎÈ
“Dan
Allah mengajak ke Dâr al-Salam, dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada
jalan yang lebar lagi lurus.”
Pada ayat 25 surah
Yunus di atas, Allah mengajak kepada setiap orang menuju Dâr al-Salâm
yang mengandung arti negeri yang damai yakni surga, Allah juga memberikan
petunjuk bagi siapa saja yang Allah kehendaki menuju jalan yang lurus, yakni
ajaran agama Islam.
Ayat
25 di atas, jika dihubungkan dengan ayat sebelumnya yakni ayat 24 memberikan
informasi tentang perumpamaan Allah yang menggambarkan keelokan dunia laksana
air yang turun dari langit yang berbaur dengan keindahan-keindahan ciptaan
Allah lainnya. Air bertemu dengan tanaman-tanaman yang ada di bumi, yang
dengannya memberikan keberkahan kepada manusia dan binatang ternak. Namun
sayangnya, keindahan dunia yang Allah gambarkan laksana turunnya air hujan yang
memberikan kenikmatan kepada makhluknya dianggap bahwa seolah diri manusia
itulah yang kuasa atas semuanya, tanpa berfikir siapa yang memberikan sumber
aslinya yaki Allah. Karena kesombongan model manusia inilah Allah murka dengan
mengazab di waktu malam maupun siang yang digambarkan laksana tanaman yang
sudah disabit. Gambaran Allah ini, sejatinya menjadikan manusia berfikir. Gambaran
ayat ini yang menggambarkan negeri yang damai (Dâr al-Salâ), menjadi
berubah dengan negeri yang pendurhaka lagi kebinasaan lantaran kesobongan
manusia, tanpa memikirkan siapa penciptanya.
Kemudian, ayat 25
di atas juga menegaskan akan petunjuk –Nya yang diberikan kepada siapa saja
yang Dia kehendaki menuju jalan yang lebar lagi lurus. Ketika berbicara tentang
petunjuk, menurut M. Quraish Shihab, ada dua penjelasan tentang hal ini.
Merujuk pula tafsiran ayat keenam surah al-Fâtihah yang berbunyi “Ihdinâ
al-Shirâth al-Mustaqîm”, bahwa kata hidâyah biasanya ada yang
dirangkaikan dengan huruf ilâ (menuju, kepada) seperti pada ayat 25 di
atas dan ada pula yang tidak dirangkai dengan kata ilâ. Kalau kata hidâyah
yang diraikai dengan huruf ilâ memberikan pengertian bahwa yang
diberikan petunjuk adalah orang-orang yang belum berada dalam jalan yang benar,
sedang bila kata hidâyah yang tidak dirangkaikan dengan huruf ilâ
adalah sebaliknya yakni yang diberikan petunjuk adalah orang yang sudah berada
dalam jalan yang benar, meskipun belum secara total kebenarannya. Maka pantas
ada ayat yang menjelaskan Allah menambah petunjuk untuk orang-orang yang telah
diberi petunjuk, seperti pada surah Maryam [19] ayat 76.
Ada juga tafsiran
jika kata hidâyah yang drangkai dengan ilâ menunjukkan makna
pemberitahuan, sedang yang tanpa ilâ
mengandung arti bukan hanya diberitahu kea rah jalan yang lurus, tetapi
sampai kepada mengandat menuju jalan yang dimaksud.
AYAT 26
tûïÏ%©#Ïj9
(#qãZ|¡ômr&
4Óo_ó¡çtø:$# ×oy$tÎur ( wur
ß,ydöt öNßgydqã_ãr ×tIs%
wur î'©!Ï
4
y7Í´¯»s9'ré& Ü=»ptõ¾r& Ïp¨Ypgø:$#
(
öNèd $pkÏù
tbrà$Î#»yz ÇËÏÈ
“Bagi orang-orang
yang berbuat baik, ada sesuatu yang terbaik disertai tambahannya. Dan muka
mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka Itulah
penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.”
Kemudian, masuk ke
ayat 26 surah Yunus di atas, menjelaskan ganjaran bagi orang-orang yang berbuat
baik. Ayat sebelumnya berbicara tentang orang-orang pembangkang. Allah akan
memberikan pahala yang terbaik bahkan akan menambahkannya lantaran mereka
berbuat baik. Selain itu, karakteristik orang yang berbuat baik pada ayat ini
digambarkan bermuka bersih tidak ditutupi debu dan juga tidak dipenuhi dengan
kehinaan. Demikianlah gambaran Allah bagi penghuni surga yang kekal di
dalamnya.
Kata ziyâdah pada
ayat 26 ini, ada yang memahami dengan pandangan ke wajah Allah seperti
diceritakan dalam hadis yang menjelaskan tentang penghuni surga, lalu Allah
berfirman: Apakah kamu menginginkan sesuatu yang Kutambahkan untuk kamu? Untuk
menjawab hal ini, para penghuni surge menjawab bukankah Engkau telah menjadikan
wajah kami berseri-seri? Kemudian dibukalah tabir yang lebih menyenangkan yakni
‘memandang’ kepada Tuhan. Ada juga yang memahami ziyâdah di atas dengan
arti ridha Ilahi. Seperti firman Allah yang menjelaskan tentang janji Allah
kepada orang-orang mukmin baik laki-laki maupun perempuan surge yang dibawahnya
mengalir sungai-sungai, kekal di dalamnya, dan mendapat tempat yang bagus yakni
surge ‘And. Gambaran itulah yang menjelaskan tentang keridhaan Allah yang lebih
besar, itu juga keberuntungan yang besar, seperti firman Allah surah al-Taubah
[9]: 72. Ada pula yang memahami ziyâdah dalam arti penambahan dan
pelipatgandaan ganjaran kebaikan. Pemahamn ini memuat kedua tafsiran yang telah
diulas.
Nah, gambaran muka
yang tidak ditutupi debu dan tidak dipenuhi kehinaan adalah gambaran sebaliknya
dari surga yang terjadi di neraka.
AYAT 27
z`Ï%©!$#ur
(#qç7|¡x.
ÏN$t«Íh¡¡9$#
âä!#ty_ ¥pt¤Íhy $ygÎ=÷WÏJÎ/ öNßgà)ydös?ur
×'©!Ï ( $¨B Mçlm; z`ÏiB «!$#
ô`ÏB 5OϹ%tæ ( !$yJ¯Rr(x.
ôMuϱøîé& óOßgèdqã_ãr $YèsÜÏ% z`ÏiB È@ø©9$#
$¸JÎ=ôàãB
4
y7Í´¯»s9'ré& Ü=»ptõ¾r& Í$¨Z9$#
(
öNèd $pkÏù
tbrà$Î#»yz ÇËÐÈ
“Dan orang-orang
yang mengerjakan kejahatan (mendapat) balasan yang setimpal dan mereka diliputi
kehinaan. Tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari Allah, seakan-akan
muka mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gelita. Mereka
Itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Ayat 28 ini
menjelaskan balasan atas orang-orang yang melakukan kejahatan. Juga menjelaskan
karakter penghuni neraka. Jika ayat sebelumnya menerangkan perolehan atas
orang-orang yang berbuat baik yang imbasnya adalah memperoleh petunjuk dari
Allah, ayat 28 ini berlaku kebalikannya. Kasabû yang dirangkai dengan al-sayyiât,
pada ayat di atas, memberikan pengertian bahwa pelaku keburukannya
dilakukan dengan mudah, dan jiwanya demikian bejat, bahkan bukan hanya itu,
keburukannya telah berulang-ulang sehingga menjadi sebah kebiasaan yang mudah
baginya, demikian Quraish Shihab menagsirkan.
Makna ini dimabli
dari pengertian kasabû yang terambil dari kata kasab berarti
usaha yang dilakukan dengan mudah. Berbeda dengan iktasaba yang
mengandung arti usaha yang sungguh-sungguh. Kalau dikaitkan dengan ayat 26 yang
lalu yang menerangkan penghuni surge yang memberikan informasi bahwa muka-muka
mereka tidak ditutupi debu dan tidak pula kehinan. Maka, di ayat 27 ini menyebutkan
orang-orang yang melakukan kejahatan mereka diliputi kehinaan. Kehinaan secara
total, tidak ada bagian pun yang luput. Bahkan meskipun ada upaya untuk
menutupi wajahnya dari debu hitam, maka debu itu Nampak dari anggota tubuh yang
lainnya.