Oleh: Hasani Ahmad Said
(Kandidat Doktor UIN Jakarta & Dosen Syariah IAIN Lampung)
*Tulisan ini pernah dimuat di kolom Opini Koran Harian Kabar Banten, Sabtu, 25 September 2010
Jihad adalah sebuah istilah yang diperdebatkan (debatable) dan multitafsir (interpretable). Jihad memiliki makna yang beragam, baik makna eksoterik maupun esoterik. Jihad eksoterik biasanya dimaknai sebagai perang suci (the holy war).
Jihad dalam arti perang suci oleh sebagian pakar dipandang sebagai suatu pemaknaan yang terpengaruh oleh konsep Kristen (Perang Salib). Namun, jihad jelas berbeda dengan perang. Maka dalam Alquran banyak redaksi yang mengunkan istilah model ini. Antara lain jiha>d, al-qita>l, dan al-h}arb. Dan kesemuanya itu memiliki arti yang berbeda-beda. Kalaupun ada ayat yang memerintahkan untuk berperang, itu pasti konteksnya adalah mempertahankan diri dari gangguan dan penganiayaan pihak kafir.
Sedang makna esoterik, lebih kepada pemaknaan jihad atau lebih tepatnya muja>hadah yang mempunyai arti suatu upaya sungguh-sungguh untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Sebagian orang memahami jihad dengan pemahaman yang sangat sempit. Jika disebut jihad, maka yag terbayang di dalam benak adalah peperangan, senjata, darah, dan kematian.
Kewajiban berjihad dimaknai sebagai kewajiban memerangi orang-orang kafir dan munafik hingga mereka masuk Islam. Pemahaman seperti itu jelas tidaklah tepat, karena jihad tidak hanya berperang secara fisik dengan mengangkat senjata, tetapi jihad di sini mempunyai arti yang sangat luas. Kalau ada makna perang, itu adalah salah satu atau sebagian kecil dari bentuk jihad yang dilakukan dalam wujud konkrit, yang dilakukan dalam kondisi tertentu.
Yu>suf Qard{a>wi> dalam buku Fiqh al-Jiha>d, ketika memaknai jihad dalam arti perang dalam Islam, ia membedakan menjadi dua tujuan. Pertama, tujuan jihad defensif (ahda>f jiha>d al-daf‘) dan ofensif (ahda>f jiha>d al-t}alab). Jihad defensif yaitu melawan musuh apabila mereka melakukan agresi terhadap negeri Islam. Maksud jihad defensif adalah jihad perlawanan terhadap musuh-musuh yang melakukan pendudukan terhadap negeri Islam.
Dalam kondisi seperti ini, para ulama fikih mengategorikan jihad model ini sebagai fard} ’ayn. Sedang jihad ofensif adalah jihad yang dilakukan terhadap musuh yang berada di negerinya, tetapi kaum muslim mencari dan memerangi mereka di negeri mereka sendiri.
Lebih lanjut, Qard}a>wi> mengartikan jihad adalah mencurahan usaha (badhl al-juhd), kemampuan dan tenaga, yakni berarti menanggung kesulitan (al-mushaqah) yang terambl dari bentuk mas}da>r dari kata ja>hada-yuja>hidu-jiha>dan-muja>hadah.
Misalnya dengan mengutip pendapat Ibn al-Qayyim yang telah membagi jihad ke dalam tiga belas tingkatan. Ada jihad hawa nafsu, jihad dakwah dan penjelasannya, dan jihad sabar yang dalam bahasa Qard}a>wi> disebut sebagai jihad sipil (al-jiha>d al-madani>). Kalaupun ada jihad yang diartikan peperangan, sayangnya menurut Qard}awi banyak orang yang mereduksi makna jihad dengan makna peperangan saja.
Selain makna-makna di atas, banyak persepsi mengenai makna jihad. Di antaranya jihad melawan hawa nafsu, jihad melawan setan, jihad menghadapi orang-orang yang senang berbuat maksiat dan orang-orang yang menyimpang dari kalangan mukmin, jihad melawan orang-orang munafik, dan jihad melawan orang-orang kafir.
Pada pembagian di atas, urutan pertama adalah jihad melawan nafsu. Jihad ini merupakan perjuangan yang dianggap amat besar dan berat, dalam bahasa Hadis disebut jiha>d al-akbar dan kendalinya adalah dengan puasa. Dengan demikian, dapat dikatakan pangkal segala jihad adalah terletak pada bagaimana upaya melawan dan menunduukan hawa nafsu. Maka, ketika sudah mampu menundukkan nafsu, maka itulah upaya yang sesunguhnya dalam berjihad.
Selajutnya, jihad kedua adalah melawan setan. setan sebagaimana diketahui, dari penciptaannya sampai hari kiamat akan senantiasa kekal dan peranannya hanya mengganggu dan menjadi musuh manusia. Bahkan, dalam Alquran Q.S. al-A‘raf/7: 17, ditegaskan setan akan mengganggu manusia dari seluruh penjuru arah untuk menjerumuskan manusia agar menjadi makhluk yang tidak taat pada Tuhannya.
Ketiga jihad menghadapi orang durhaka. Dalam istilah Alquran dan hadis dikenal dengan amar ma‘ruf nahy munkar, tentunya dengan melihat objek dakwah dan menggunakan pendekatan-pendekatan yang lebih mengedepankan hikmah, mau‘idhat al-h}asanah, dan muja>dalah dengan cara terbaik.
Keempat, jihad melawan orang munafik. Kata muna>fiq yang berasal dari na>faqa, jamaknyamuna>fiqu>n dan mas}dar-nya nifa>q mempunyai arti keluar dari keimanan secara diam-diam.
Kelima, jihad melawan orang kafir. Ka>fir merupakan isi fa>‘il (pelaku) dari kafara-yakfuru-kufran yang mengandung banyak makna. Di antaranya: menurutup (Q.S. Ibra>hi>m/14: 7), melepaskan diri (Q.S. Ibra>hi>m/14: 22), para petani atau kuffa>r (Q.S. al-H}adi>d/57: 20), menghapus (Q.S. al-Baqarah/2: 271, al-Anfa>l/8: 29), denda (kaffa>rah) karena melanggar salah satu ketentuan Allah (Q.S. al-Ma>’idah/5: 89 dan 95), kelopak yang menutup buah, tetapi di dalam Alquran juga berarti lain, yakni mata air yang bening, harum, dan gurih di surga (Q.S. al-Insa>n/76: 5). Akan tetapi dalam konteks ini, arti yang mendekati adalah kafir berarti menutupi dan menyembunyikan.
Dari beberapa keterangan di atas, dapat pula diambil benang merah bahwa terlihat sekali nuansa pluralistik makna jihad. Sehingga, kalau dikelompokkan bisa jadi lima pembagian itu masuk dalam dua kategori yakni jihad secara fisik dan jihad non fisik. Empat pengelompokkan masuk ke dalam jihad non fisik dan satu masuk dalam kategori jihad fisik memerangi orang kafir.
Menurut Azyumardi Azra, kesalahpahaman terhadap pengertian jihad terjadi pada berbagai kalangan, dari pengamat Barat (orientalis) ataupun kalangan muslim sendiri. Para orientais mengumandangkan bahwa Isam disebaran dengan pedang.
Bagi mereka, ketika mendengar ungkapan jihad, maka akan muncul dalam ingatan mereka adalah angkatan perang muslim yang menyerbu ke berbagai wilayah dengan tujuan memaksa non muslim untuk memeluk Islam. Pemahaman jihad sebagai perang (konfrontasi fisik) melawan non muslim sampai mereka masuk Islam, juga didapati pada kalanagn para penulis muslim. Dalam pemahaman ini, jihad diidentikkan dengan perang suci (holy war).
Dari beberapa pengertian di atas, makna kata jihad, baik yang berasal dari jahd ataupun juhd, semuanya menggambarkan upaya maksial seseorang dalam menghadapi musuh, baik musuh scara hakiki maupun majazi. Sehingga, berjihad berarti bekerha keras tanpa pamrih, dan untuk menghadapi musuh dan mencapai tujuan maksimal, maka seseorang harus bersungguh-sungguh.
Orang yang bersungguh-sunggh inilah yang masuk dalam kategori jihad. Tepatlah kiranya ungkapan Wahbah Zuhayli yang lebih bersepakat bahwa jihad dalam Islam mengandung pengertian umum. Sehingga, Wahbah Zuhayli> dalam al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh cenderung lebih mengusulkan definisi jihad yang lebih toleran yakni mengerahkan kemampuan dan kekuatan dalam memerangi dan melawan orang-orang kafir dengan jiwa, harta dan lisan.
Pada perkembangan selanjutnya, dari berbagai makna yang telah diungkapkan di atas, paling tidak ada enam makna jihad dalam Islam. Pertama, jihad bermakna perjuangan individual dalam menghadapi kondisi yang sulit karena perbuatan musuh, seperti pada fase Mekah (610-622) dan juga tergambar dalam Q.S. al-Ma‘a>rij/70: 5; kedua, jihad berkembang menjadi perjuangan individual dan komunal (al-muka>fahah al-dha>tiyah wa jama>’iyah) terhadap kaum musyrik Mekah seperti jihad mengorbankan harta dalam Q.S. al-tawbah/9: 41); ketiga, jihad bermakna perang seperti makna jihad pasca Hijra; keempat, jihad berarti perang mewan kaum musyrikin sampai ia bersyahadat; kelima, jihad bermakna memerangi orang-orang yang mengingkari ajaran agama dari Ahl al-kita>b dan orang yang berkhianat dan melanggar janji; dan keenam, jihad berarti perjuangan spiritual dan moral terhadap kesulitan dan kesukaran.
Uraian di atas sangat jelas, stigma teror yang mengatas namakan agama itu jelas keliru karena jihad bukan hanya bermakna perang, tetapi sangat luas seperti yang digambarkan di atas. Kejadian selama ini yang kita saksikan seolah meligitimasi kebenaran makna jihad padahal itu sangat salah besar. Jadi siapa saja yang masih terbius dengan pengungkpan makna yang ekslusif, sadarlah karena pemahaman yang sempit akan menyempitkan pula pemhaman ajaran agam itu.
* Penulis adalah Dosen fak. syariah IAIN Raden Intan & Kandidat Doktor UIN Jakarta. Saat Tinggal di Kel. Pabean, Kec. Purwakarta, Kota Cilegon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar